• Post with SoundCloud

    iam wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing. Nul...

  • Consectetur adipisicing elit

    iam wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing. Nul...

  • Post With Featured Image

    iam 1989 wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing...

  • Elementum mauris aliquam ut

    iam wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing. Nul...

Kata - Kata Mutiara Cinta Penuh Inspirasi

0 comments
Kata - Kata Mutiara Cinta Penuh Inspirasi - Cinta  merupakan anugrah terbesar tuhan yang patut kita syukuri, oleh karena itu,genggam erat tangan orang yang anda cintai agar tak lepas  dari kehidupan anda.Berbagai koleksi kata mutiara cinta yang  romantis kali ini akan kami sajikan untuk anda semua dari berbagai kisah percintaan, romantisme, petualangan dan juga perjuangan cinta.

Cinta kadang memberikan kita sebuah inspirasi, termasuk juga kata mutiara cinta. Jika anda sedang jatuh cinta, inilah kumpulan terbaru kata cinta yang semoga saja cocok untuk anda. Cinta sama halnya dengan berbagi,ia mau menerima dan tulus memberi. Hiduplah dengan penuh rasa cinta, niscaya kebahagian akan senantiasa menyertai anda.






Kumpulan Syair Cinta terbaru


Menjaga Setia

Ombak menerjang karang cinta kita
tak henti goyahkan kita
Kokoh cintaku telah dalam memalung
memprasasti di dasar hatiku

Yakinlah padaku
kutakkan pernah berpaling
untuk selalu menjaga setia padamu
di setiap nafasku hanyalah indahmu
kan kubawa kau ke damai
negeri indah di pelangi

Biarkan saja berjuta bunga merekah
namun kau tetap kembang di hatiku
Biar saja orang lemahkanmu
namun hatiku tetap untukmu

Bahagiaku ada pada dirimu
mengaliri saraf sadarku
damailah hatimu rebah di hatiku
ku selalu menjaga setia padamu.


Cinta Dusta

Aku tak pernah peduli dengan diriku
Karena yang selalu ku pedulikan adalah dirimu
Aku tak pernah peduli dengan hidupku
Karena yang selalu ku pedulikan adalah hidupmu

Cintamu membuatku mati beku
Karena cintamu melengkapi hidupku
Hidupku tak sempurna tanpa hadirnya dirimu
Karena kamu yang terukir indah di dalam hatiku

Tapi rasa itu kini tlah sirna
Karena cinta tlah berhianat
Kau meninggalkanku demi dia
Dia yang tlah mengambil kau dari hidupku

Hidupku kini terasa kosong terasa hampa
Karena cinta yang melengkapi hidupku tlah sirna
Tlah sirna ditelan penghianatan cinta
Kebencian mendalam kini yang tersisa


Bagai Rama Dan Shinta

jika sore ini kau datang dengan kembang
akan kubalas tandangmu dengan tembang
jika kau datang dengan seulas senyuman
pasti kan kusambut dengan dekap pelukan 

namun bila ternyata kau tak pernah datang
maka biarkan sang bayu yang menceritakan
tentang sebuah kenistaan asmara khayalan
yang terukir pada ketinggian cadas impian

kuharap engkau datang untuk mengikrarkan
sebuah nota riel tentang kesungguhan cinta
direlung hati yang terdalam dan berketetapan
ukir sejarah tentang tembang bhagawat githa
 


Kerinduanku

Seperti kemarau yang menanti hujan
Kutunggu kabar mu yang masih diam
Apakah diri mu baik-baik saja..?

Seperti tanah tandus yang tersenyum karena deras merebas
Aku hanya bisa mengucap salam dengan doa
Agar kau tak pernah kurang
Selalu tersenyum karena bahagia menjelang kita bersama..

Masihkah ada sedikit senyum darimu
Di batas penantianku yang kini makin terbata
Jika masih ada ruang di hatimu
Untuk ku, sedikit saja, tolong bicaralah
Pada tanah membentang
Pada pohon-pohon rindang

Setidaknya biar ada tanda yg bisa kubaca dan kuraba
Janganlah sepi yang hadir
Janganlah semu yang membeku
Karena aku selalu berjalan menuju mu..
 


Kereta Cinta

Andai akulah gerbong kosong itu,
akan kubawa kau dalam seluruh perjalananku
Di antara orang berlalang-lalu,
ada masinis dan para portir
Di antara kenanganku denganmu,
ada yang berpangkal manis berujung getir
Cahaya biru berkelebat dalam gelap,
kunang-kunang di gerumbul malam
Serupa harapanku padamu yang lindap,
tinggal kenang timbul-tenggelam
Dua garis rel itu, seperti kau dan aku,
hanya bersama tapi tak bertemu
Bagai balok-balok bantalan tangan kita bertautan,
terlalu berat menahan beban
Di persimpangan kau akan bertemu garis lain,
begitu pula aku
Kau akan jadi kemarin,
kukenang sebagai pengantar esokku
Mungkin kita hanya penumpang,
duduk berdampingan tapi tak berbincang,
dalam gerbong yang beringsut
ke perhentian berikut
Mungkin kau akan tertidur dan bermimpi tentang bukan aku,
sedang aku terus melantur mencari mata air rindu
Tidak, aku tahu, tak ada kereta menjelang mata air
Mungkin kau petualang yang (semoga tak) menganggapku tempat parkir
Kita berjalan dalam kereta berjalan
Kereta melaju dalam waktu melaju
Kau-aku tak saling tuju
Kau-aku selisipan dalam rindu
Jadilah masinis bagi kereta waktumu,
menembus padang lembah gulita
Tak perlu tangis jika kita sua suatu waktu,
sebab segalanya sudah beda
Aku tak tahu kapan keretaku akan letih,
tapi aku tahu dalam buku harianku kau tak lebih dari sebaris kalimat sedih
 


Bulan Matahari

Bulan merah telah terpenggal
Mencampakkan tangan hunuskan amarah
Berjelaga pada kanvas kanvas purba
Tengadahkan bait doa papa di seloka malam

Sunyi dan sesatkan marutha yang berhembus
Mengasah rayu berintrik masa lalu
Hening dalam tikaman titian asa
Haruskah terus larut bersama waktu yang kian berjalan

Matahariku telah temaram
Bersama gemintang utara yang menjelang
Hingga lelah terpanggulkan pada senandung fajar
Menamparkan gelapnya malam
Yang menggores laksana serunai menikam kalam

Kini aku terlahir bagai tinta tanpa pena
Mengoyak jiwa jiwa dangkal yang berijazah ambisi
Menguliti biji besi yang berkarat akan sebuah hati
Hingga mimpi bangunkan raga mati
Aku hanya senandung malam yang berselimut matahari
 

Cinta Sejati

Tuhan memberikan kita dua kaki untuk berjalan..
Dua tangan untuk memegang..
Dua telinga untuk mendengar..
Dan dua mata untuk melihat..

Tetapi mengapa..
Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita..
Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati..
Pada seseorang untuk kita mencarinya.

Itulah Cinta …
Jika engkau tak mampu menjalaninya dengan hanya sekeping hati.
Cintailah dia yang membuatmu nyaman..
Dia yang membuatmu merasa senang..
Dia yang selalu memberikan kebaikan..

Dan dia yang selalu membawamu lebih dekat dengan Tuhan..
Itulah sesungguhnya cinta yang sejati..
 



 Diantara pilihan..

Kutatap bayangmu dalam lamunanku,
Rasanya usai ku berlalu,
Mengubur rasa yang tersisa,
Adalah ketidakberdayaan,

Memeluk rindu adalah pilu,
Mengais kasih adalah sunyi,
Pada tebing tinggi,
Jiwa di keabadian,

Usai sudah langkahku,
Pada kekokohan diri,
Pada keyakinan hati yang tercabik,
Pada kepercayaan yang tersia,

Biar waktu mengalirkan resahku,
Membentuk anak sungai diharibaanku,
Tempatku bermuara di kefanaan,
Tempatku bernaung di kehampaan,

Aku tak kan susuri hatiku,
Cukuplah ketiadaberdayaan ini,
Menggilasku dalam dentuman waktu,
Dalam bisingnya keramaian,

Aku kan beranjak pergi,
Dari hati yang tiada di kekuatan,
Aku kan berlalu,
Dihati yang bukan millikku,

Mungkin aku adalah ketiadaan,
Diantara egoku yang kosong,
Diantara keyakinan yang rapuh,
Yang tak memiliki apapun lagi,

Percikan senyummu diatas getirku,
Saat kau tak tahu siapa diriku,
Saat kau samar mengenalku,
Saat kau bimbang dengan cintamu,

Namun hati ini kan bersemi,
Menyimpan dirimu dalam cintaku,
Yang tiada terpahami,
Dan tiada pula kumengerti,

Bersatulah dirimu dalam keyakinanmu,
Tepikanlah diriku dijalanmu,
Jangan kau pandang getirnya hatiku,
Menyembunyikan semua rasaku,

Bahagiamu adalah kasih yang abadi,
Ketulusanmu adalah cinta yang suci,
Kasihmu kan selalu bersemi dihati,
Mengiringi di setiap waktuku yang tersisa.
Untukmu..


Hujan Dan Rinduku

Hujan ini deras tanpa guntur.
Tanpa suara-suara katak mendengkur.
Tak sisakan celah kering di tanah gersang tak subur.
Mengubah debu menjadi lumpur.
Kau..
Insan yang sedari tadi lamunku menjangkau.
Dengan benak dan khayal menujumu ku merantau.
Tanpa galau.
Fokus pasti dalam angan oleh pertemuan lampau.
Sayang..
Apakah kini padaku juga lamunmu melayang?
Mungkin ya hayalku dan khayalmu bersua disebuah alam
bayang.
Melambai bebas bak kipas seorang dayang.
Aku merindukanmu.
Kini dan esokku..
 



Dibatas Senja

 Desir sayup terdengar dalam desah
kala senja mencumbui gelora
beranjak menyongsong malam
yang gelisah ingin menggeliat dalam dekapan purnama

Ingin kukecup bibir malam
menyusuri cakrawala dengan gemintang
menyibak ilalang dan rerumputan gersang
yang menyimpan rahasia
kesegaran semesta

Malampun semakin menggeliat
pasrah menanti tikaman rindu
sementara juluran lidah cahaya rembulan
mengembara liar
lunglaikan atma surgawi

Masihkah ku sanggup
menyibak tirainya kabut malam
hingga sang fajar menantangku bersama matahari
namun semua hanyalah ilusyku yang hanya ambigu ragu

Read More »

Hati Manusia menurut Islam

0 comments
Manusia adalah makhluk yang unik. Allah Swt menciptakan manusia dengan komponen yang sangat sempurna; jasad, jiwa, akal dan hati. Di antara beberapa unsur tersebut, unsur terakhirlah yang paling sensitif. Ya, hati manusia memang sensitif. Hati manusia akan shock ketika dihadapkan dengan sebuah hal besar dan baru dalam kehidupan. Membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk memantapkan hati dalam keadaan tersebut. Usaha keras pun perlu dilakukan untuk meyakinkan kesiapan hati. Jasad, jiwa dan akal turut berperan mati-matian demi menghasilkan ketetapan hati yang mantap.

Mengapa hati sangat sulit ditaklukkan? Hati adalah salah satu unsur dalam diri manusia yang tidak bisa berbohong ataupun dibohongi. Hati manusia akan selalu berkata jujur. Ia akan selalu mengungkapkan kebenaran, walaupun akal dan jasad manusia memungkiri atau menutup-nutupi. Maka, tidaklah salah ketika Rasul Saw. berkata dalam sabdanya bahwa dalam diri manusia terdapat sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh akan menjadi baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh pun akan rusak. Ya,  dia adalah hati.

Di sisi lain, hati juga sangat sulit untuk ditenangkan ketika ia sedang mengalami goncangan. Ketika hati kecewa, seluruh unsur dalam tubuh manusia akan terkena imbasnya. Akal seakan berjalan di tempat. Sejenak ia akan merasa bingung untuk melakukan fungsinya; membedakan baik dan buruk, dosa dan pahala. Jiwa terasa hampa. Jasad terkulai lemah dan tak berdaya untuk melakukan apapun. Semua terjadi hanya karena hati.

Ada sebuah ungkapan berbunyi "lidah manusia lebih tajam dari pedang", mengapa demikian? Karena sasaran serang lidah adalah hati. Ketika hati terluka, maka untuk memulihkan dan membangkitkannya kembali dari keterpurukan akan sangat sulit sekali. Hati manusia ibarat kaca, jika kaca retak atau pecah, maka tidak akan ada yang bisa menyatukannya kembali. Jikapun bisa, pasti bekas retak masih akan terlihat.

Oleh karena itu, selaku muslim kita dianjurkan untuk selalu menjaga hati. Kejernihan dan kesucian hati sangat penting untuk dipertahankan. Karena menodai hati sama dengan membunuh diri. Biarkan hati mekar dan bersemi di tengah padang cinta ilahi. Menebarkan semerbak wangi ketakwaan. Menyegarkan pandangan dengan warna-warni ketaatan.

Jika hati terlihat layu, segarkanlah ia dengan Al-quran. Jika hati gersang, siramlah ia dengan air keridhoan. Jika hati menangis, usaplah air matanya dengan belaian kasih tuhan. Ya, hanya dengan kembali pada Allah Swt. hati dapat kembali tenang. Ajarilah hati agar dapat menerima semua takdir yang telah ditetapkan. Karena sesungguhnya, skenario Allah Swt. sangat indah. Di balik semua yang dirasakan hati, terdapat hikmah-hikmah ilahi. Selaku manusia, kita hanya bisa taat dan meyakini kebenaran itu semua. Karena hanya Allah Swt. yang maha mengetahui segala sesuatu. Allah Swt maha kuasa. Allah Swt. maha melihat dan mendengar. Allah Swt tidak akan menelantarkan hambaNya, sebagaimana Allah Swt tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Wallahu a'lam…

Read More »

Tafsir Surah At Tahrim - Diskursus Analitatif

1 comments
Surah at-tahrim merupakan satu dari dua puluh sembilan Surah madaniyah dalam al Quran, sedangkan delapan puluh lima yang lain masuk kategori surah makkiyah. Selain bernamakan surah at-tahrim, surah yang memuat dua belas ayat ini juga disebut dengan nama Surah an-Nabi dan Surah Lima Tuharrim. Diturunkan setelah surah al-Hujurat dan sebelum Surah al-Jumu'ah. dengan demikian, Surah at-Tahrim merupakan surah urutan ke-seratus lima yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun dalam Mushaf surah ini ditempatkan pada urutan ke-enam puluh enam, setelah surah ath-thalaq sebelum surah al-mulk, sebagai surah penutup juz dua puluh delapan.
 Jika surah al-thalaq menyingkap persoalan rumah tangga umat islam secara umum, maka surah at-tahrim ini menyibak selembar problematika rumah tangga Rausullah saw. Barangkali, dua hal berkaitan inilah yang menghubungkan antar kedua surah yang menurut para ahli tafsir disebut dengan al-munasabah baina as suratain (korelasi antar kedua surah yang berurutan) karena keduanya berhubungan dengan persoalan wanita dalam hidup berumah tangga.
Sebelum mengurai sekelumit pemahaman saya tentang isi surah ini, perkenankanlah saya memetakan secara global dari kandungan ayat-ayatnya, agar perinciannya bisa kita fahami secara seksama, dari dua belas ayat yang termuat dalam surah at tahrim, bisa kita uraikan secara singkat bahwa ;
  1. pada lima ayat pertama, surah ini mengangkat isu faktual yang terjadi di antara Rasulullah bersama sebagian istri beliau, serta memaparkan kritikan yang sekaligus melakukan pembelaan kepada Nabi Muhammad saw.
  2. disusul ayat ke enam sampai ke delapan, al Qur'an menyeru umat Muhammad agar waspada terhadap ancaman siksa neraka, dengan cara melanggengkan amal yang baik dan berbekal keseriusan taubat sebagai pelebur segala dosa yang sudah terlanjur dilakukan.
  3. di ayat ke-sembilan, Surah at-tahrim mengejawentahkan sikap yang mesti diambil oleh Rasulullah terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, agar umat islam merasa aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah serta mendapatkan hak keyakinannya.
  4. Kemudian sebagai penutup, ayat sepuluh sampai dua belas mengangkat dua buah pengalaman umat terdahulu, yang pertama diperuntukkan orang-orang kafir dengan menampilkan dua sosok wanita sesat yang diasuh orang paling taat, yaitu istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as, sedangkan yang ke-dua diperuntukkan umat islam dengan mengangkat dua tokoh wanita suci, yakni Asiyah istri Fir'aun dan Maryam ibunda Nabi Isa as. Hal tersebut disampaikan al Qur'an agar menjadi pelajaran serta nasehat bagi yang mau mengkajinya.
  • Sidik kasus
Problematika dalam berumah tangga adalah merupakan sunnatullah yang tidak akan pernah lenyap dalam perjalanannya,bagaikan bahtera yang terkadang berlayar dengan tenang di tengah lautan yang dalam tak berombak dan berbadai,namun terkadang tanpa diinginkan oleh nahkoda tiba-tiba ombak datang menerpa seiring dengan berhembusnya angin kencang diiringi badai dan topan. Jika Nahkoda paham mengendalikan kemudi dan tahu menghadapi gelombang yang sedang menggunung, maka bahtera akan selamat. jika tidak, alamat bahtera akan tenggelam.
Berikut ini adalah uraian sederhana yang berkaitan dengan rumah tangga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang ternyata tidak lepas diterpa berbagai problematika rumah tangga, dan pelajaran berharga dari Allah bagaimana seharusnya Nabi bersikap terhadap keinginan istri-istrinya. sehingga kasus tersebut menjadi penyebab turunnya ayat-ayat surah at-tahrim, yang dalam istilah Ulumul Qur'an disebut dengan Sababun Nuzul.
Suatu sore, Rasulullah saw mampir ke rumah Zainab binti Jahsy ra untuk menikmati hidangan sore, yaitu madu. Saat itu, Hafshah binti Umar bin Khattab ra dan Aisyah binti Abi Bakr ra sepakat untuk mengajukan suatu pertanyaan kepada Rasulullah saw jika beliau memasuki rumah salah satu dari keduanya pada hari itu juga. Kebetulan Rasulullah saw masuk ke rumah Hafshah, Kemudian ia bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang disepakatinya dengan Aisyah, “ apa Baginda tadi makan Maghafir?, karena rasa tidak enak, Rasulullah menjawab “ tidak, cuma minum madu di rumah Zainab, jika kamu tidak suka baunya, saya bersumpah tidak akan mengulanginya lagi, tapi jangan bilang siapa-siapa ya.
 Ternyata Hafshah membeberkan rahasia tersebut kepada Aisyah ra, sehingga saat Rasulullah saw mengetahui pembocoran rahasia itu, Rasulullah saw bersedih dan tidak berkenan menemui semua istrinya hingga sekitar satu bulan. Kemudian, turunlah surah at-tahrim ini yang mengkritik Rasulullah perihal sumpahnya tersebut, sekaligus menjadi pokok sumber syari'at kepada umat Islam mengenai beberapa hal yang bersinggungan dengan pola hidup berumah tangga, serta responsibilitas manusia sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk taat kepada aturan Tuhannya.
Versi lain mengatakan, bahwa surah at Tahrim ini berkaitan erat dengan keberadaan Maria al Qibthia yang ditempatkan Rasulullah di rumah Hafshah saat ia berkunjung ke rumah orang tuanya. Ketika pulang, Hafshah menjumpai Rasulullah saw bersama Maria al Qibthia dirumahnya, sementara pada hari itu seharusnya Rasulullah bersama Aisyah. Setelah Hafshah mengkritik Rasulullah saw tentang hal demikian, lalu Rasulullah berperasaan tidak enak dengan Hafshah dan Aisyah. sehingga muncullah kata-kata sumpah beliau untuk tidak mendekati Maria al Qibthia lagi, serta meminta Hafshah agar merahasiakan sumpah itu dari siapapun. Namun ternyata Hafshah memberitahu Aisyah ra tentang sumpah tersebut, sehingga ketika hal itu diketahui Rasulullah, maka Rasulullah pun menjatuhkan thalaq kepadanya dan tidak mengunjungi istri-istri yang lain sampai dua puluh Sembilan hari. Oleh karena sikap Rasulullah yang demikian, akhirnya Hafshah bersedih dan dia bersama Aisyah menyesalinya. Sampai-sampai Umar bin Khattab pun marah seraya berkata kepada Hafshah, seandainya di bani Khattab masih ada kebaikan, tidak mungkin Rasulullah menjatuhkan thalaq padamu.  Kemudian Jibril as berkata kepada Rasulullah saw , " rujuklah padanya, karena ia tekun beribadah baik di siang hari maupun malam hari, dan ia termasuk istrimu di surga nanti", kemudian Rasulullah merujuknya dan Umar ikut gembira mendengar berita tersebut.
Lalu turunlah surah at tahrim ini, disebut at Tahrim karena Rasulullah mengharamkan sesuatu yang halal dengan sumpah beliau, sehingga berimplikasi pada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita petik darinya.
  • Interpretasi ayat 1-5
Allah ta'ala berfirman :  
يا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ ما أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضاتَ أَزْواجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (1)  
قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (2)
 وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلى بَعْضِ أَزْواجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَها بِهِ قالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذا قالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3)
 إِنْ تَتُوبا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُما وَإِنْ تَظاهَرا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ ظَهِيرٌ (4)
 عَسى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْواجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِماتٍ مُؤْمِناتٍ قانِتاتٍ تائِباتٍ عابِداتٍ سائِحاتٍ ثَيِّباتٍ وَأَبْكارًا (5(
            Pada ayat -pertama-, Allah menyapa Rasulullah dengan menyebutkan identitas kebesaran beliau, yakni ; "wahai Nabi", ini menunjukkan bahwa Allah sedang berdialog dengan manusia bernama Muhammad sebagai Nabi yang diberi wahyu dan pangkat kenabian dengan seperangkat mukjizat yang tidak semua orang memilikinya. Jika isi dari dialog tersebut berisikan sanjungan atau pujian dalam bentuk apapun, maka teranglah bahwa Allah sedang menyetujui prilaku ataupun ucapan yang dilakukan Rasulullah saw. Tapi bukan demikian, ternyata Allah mempersoalkan sesuatu dengan firmannya:  "mengapakah engkau mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan (dengan cara bersumpah untuk meninggalkannya) hanya karena menuruti keinginan hati istri-istrimu?", maka hal ini menunjukkan bahwa Allah sedang memberikan kritikan kepada Nabi-Nya yang telah melakukan sesuatu yang kurang ellegan untuk dilakukan seorang Nabi. " dan Allah Maha Pengampun" atas prilakumu itu, "serta Maha Pengasih", sehingga tidak sampai menjadikannya sebuah dosa yang mengakibatkan Rasulullah keluar dari koridor ma'shum (terjaga dari perbuatan maksiat).
Meski hal demikian bukan merupakan dosa, tapi dikhawatirkan menjadi prilaku yang ditiru umatnya sehingga menjadi kebiasaan buruk. Maka diberlakukanlah syari'at -kaffarat al yamin-(tebusan sumpah), agar perkara halal yang menjadi haram bagi orang yang bersumpah bisa kembali halal  baginya. Allah sendiri menyinggungnya secara langsung di ayat ke-dua seraya berfirman : "sungguh telah Allah syari'atkan pencabutan sumpah kalian (dengan membayar kaffarat), dan Allah adalah Pelindungmu sekalian dan Dia maha mengetahui lagi maha bijaksana".
 Dari ayat tersebut, dapat difahami bahwa seolah Allah swt tidak memperkenankan bersumpah atas sesuatu yang menerjang syari'at, sehingga para pakar Fikih mengkalasifikasi hukum sumpah menjadi beberapa rincian, tergantung kapasitas hukum syar'i perkara yang disumpah tersebut.
  1. Jika bersumpah untuk meninggalkan perkara wajib atau melakukan perkara haram, maka hukum sumpahnya haram. Serta wajib mencabutnya dengan kaffarat.
  2. Jika bersumpah untuk melakukan perkara makruh atau meninggalkan perkara sunnah, maka  hukum sumpahnya makruh. Dan sunnah hukumnya mencabut sumpahnya dengan kaffarat, bahkan bisa menjadi wajib dalam keadaan tertentu.
  3. Jika bersumpah untuk meninggalkan perkara mubah, maka hukum sumpahnya khilaful aula (lebih baiknya tidak perlu bersumpah untuk itu).
  4. Jika bersumpah untuk melakukan perkara mubah, maka hukumnya mubah. Untuk poin (c) dan (d), boleh memilih antara mencabut sumpahnya atau tidak, tentunya hanya boleh dicabut dengan kaffarat al yamin.
Untuk menebus sumpah yang diterjang maupun dicabut telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah dalam surah al Maidah : 68 yang artinya " maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar)."
Pada ayat ke-tiga, surah ini menyampaikan kronologi sumpah Rasulullah serta pesan beliau kepada Sayyidah Hafshah agar tidak membocorkan sumpah yang dirahasiakan bersamanya, namun pada kenyataannya Hafshah membeberkan rahasia ini kepada Aisyah ra, karena memang mereka berdua adalah dua istri Rasulullah saw yang paling kompak jika dibandingkan istri-istri Rasulullah yang lain, sehingga tidak perlu ada yang dirahasiakan untuk masalah rumah tangga bersama Rasulullah saw.
 Akhirnya, Allah membuka permainan mereka di belakang Rasulullah saw dan memberitahu beliau segala apa yang telah dibocorkan oleh Hafshah. Kemudian Rasulullah memanggil Hafshah dan menginterogasinya tanpa mengurangi kewibawaan Rasulullah saw sebagai manusia paling sempurna, beliau hanya menuturkan sebagian berita dari Allah tentang pembocoran rahasia itu dengan kata-kata yang tidak menyudutkan serta mengintimidasi Hafshah, maka redaksi al Quran berbunyi  -'arrafa ba'dlahu wa a'radla 'an ba'dlin- "lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah)". Cara seperti ini menunjukkan kearifan Rasulullah yang patut ditiru para suami dalam menyikapi sebuah persoalan yang berkenaan dengan masalah keluarga. Tidak hanya itu, Hafshah pun bertanya balik dengan penuh sopan dan tanpa ada indikasi melawan atau menyalahkan siapa-siapa. -man anba'aka?- "siapa yang memberitahu baginda?", Tanya Hafshah.
Padahal andai saja ia mau menyalahkan, pasti Aisyah lah orang pertama yang menjadi bulan-bulanan Hafshah karena menyebabkan Rasulullah menginterogasinya soal sumpah rahasia itu. Kemudian Rasulullah menjawab –nabba'aniyal 'aliimul khabiir- "telah diberitahukan kepadaku oleh Dzat yang maha Mengetahui lagi Maha Mengenali".
Dari ayat ini, ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil ;
  1. Boleh hukumnya membincangkan hal-hal secara rahasia kepada orang yang dipercaya, termasuk istri, sahabat atau siapa saja.
  2. Bagi orang yang diminta merahasiakan suatu hal rahasia yang mubah, wajib hukumnya menjaga agar tidak terbocorkan olehnya.
  3. Keharusan bagi para suami untuk menggunakan komunikasi yang baik dalam memperlakukan istri , walaupun telah jelas-jelas melakukan kesalahan dalam bertanggungjawab.
Pada ayat ke-empat, al Quran melakukan pembelaan terhadap Rasulullah dengan mengsomasi Hafshah dan Aisyah atas perbuatan mereka yang menyusahkan perasaan Rasul, sampai terburu mengharamkan sesuatu yang halal oleh sebab sumpah, agar mereka berdua mau bertaubat dan menyesali kesalahannya.
" jika kalian bertaubat, maka berarti hati kalian telah condong untuk menerima kebaikan, namun jika kalian masih saja saling membantu (untuk menyusahkan Nabi), maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya, serta Jibril dan para orang mukmin yang baik, besama para malaikat turut menjadi penolongnya".
Kemudian berlanjut pada ayat ke-lima saat Rasulullah menyendiri dan tidak mengunjungi istri-istri beliau sampai beberapa minggu, datanglah Umar bin Khattab menenangkan Rasulullah saw yang sedang gundah itu, seraya bekata "duhai Rasulullah, tidak rumit bagimu untuk urusan istri. jika pun engkau mentalaq mereka semua, maka sesungguhnya Allah bersamamu, Jibril, Mikail dan para Malaikat juga turut bersamamu, saya, Abu Bakr dan semua orang Mukmin pun ikut bersamamu". Maka al Qur'an mengafirmasi ungkapan Umar bin Khattab ra dalam ayat ke lima yang artinya " Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan" .
Dari dua ayat tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk kita amati bahwa:  
  1.  Salah satu tanda taubat yang diterima adalah, bisa menjadikan pelakunya menerima kebenaran.
  2. memusuhi Rasulullah hanya akan menyusahkan diri sendiri, karena semua kebaikan alam semesta senantiasa bersama Penciptanya menjadi pelindung dan penolong Rasulullah saw.
  3. Sikap Umar sebagai mertua yang patut diteladani sepanjang masa, karena tidak memihak kepada siapapun yang melakukan kesalahan, bahkan menyerahkan segala keputusan kepada Rasulullah meski untuk anaknya sendiri.
  4. Kriteria istri yang baik dalam surah at tahrim tidak membedakan perawan ataupun janda, melainkan adalah wanita yang memenuhi kriteria berikut :
    1. Muslimah, artinya: berprilaku sesuai dengan tuntunan syari'at islam
    2. Mukminah, artinya:  berkeyakinan sesuai ajaran syari'at islam
    3. Qanitah, artinya: memperhatikan amalan-amalan sunnah dan berupaya menjauhi hal-hal yang makruh
    4. Taibah, artinya: mudah menyesali kesalahan serta bergegas memohon ampunan
    5. 'Abidah, artinya: ahli beribadah, baik yang bersifat ritual maupun non-ritual
    6. Sa'ihah, artinya: menjaga lahir batin dari perbuatan yang kurang baik dalam hidup beragama.
  • Interpretasi ayat 6-8
Sesi ke-dua dari kandungan surah at Tahrim pada ke-tiga ayatnya ini adalah, menyerukan dua hal kepada umat islam. Pertama, memerintah umat islam untuk menjalankan kewajiban mereka agar terjauhkan dari siksa neraka, sebagai rasa tanggungjawab atas dirinya sendiri maupun atas keluarganya. Ke-dua, memerintah umat islam untuk mengkontinuitaskan taubat dengan baik dan benar. Di sela-selanya, menyeru kepada orang-orang kafir akan konsekuensi yang harus mereka terima di akhirat kelak atas kekufuran yang mereka pupuk semasa di dunia.  Allah berfirman :
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجارَةُ عَلَيْها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ ما أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ ما يُؤْمَرُونَ (6)
 يا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّما تُجْزَوْنَ ما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (7)
 يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنا أَتْمِمْ لَنا نُورَنا وَاغْفِرْ لَنا إِنَّكَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8(
Pada ayat ke-enam, Allah menyeru kepada orang-orang beriman agar menjaga diri mereka beserta keluarga mereka dari api neraka. Menjaga diri sendiri dari api neraka tentunya dengan menjalankan semua perintah agama, serta menjauhi segala larangan agama. Adapun menjaga keluarga dari api neraka, artinya adalah dengan mengajarkan ilmu agama kepada mereka, serta memberikan contoh yang baik dalam hidup sehari-hari.
Mengapa keluarga juga menjadi tanggungjawab dalam urusan agama kelak di akhirat? Iya, karena setiap insan diciptakan sebagai penjaga (care taker), dan setiap penjaga pasti bertanggung jawab atas yang dijaganya. Mulai dari lini kehidupan paling bawah sampai pada lini paling atas. Rasulullah saw bersabda dalam hadits shahih yang artinya "setiap kalian adalah penjaga, dan setiap kalian bertanggungjawab atas yang kalian jaga".
Kemudian Allah mengidentifikasi neraka dengan kata-kata "bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan", berarti bahwa neraka tidak merupakan tempat pembakaran yang prosesnya seperti menyalakan api di bumi, melainkan ia adalah sebuah wadah besar yang secara natural mengandung zat api yang menyala-nyala dan menghanguskan, kemudian bahan-bahan lain dimasukkan di sana agar mengisi ruang-ruang api yang membakar. Termasuk manusia yang pada masa hidupnya melakukan dosa dan tidak mendapatkan ampunan sampai meninggal dunia. Selain itu, neraka juga berisikan para Algojo dari jenis Malaikat yang digambarkan al Qur'an dengan sebutan "ghiladhun syidadun" –yang kejam serta menyeramkan, baik secara fisik maupun cara perlakuannya terhadap penghuni neraka. Dan mereka sama sekali tidak membangkang intruksi dari Allah swt untuk melakukan apapun yang diperintahkan-Nya, Mereka itu lah yang disebut dengan Malaikat Zabaniyah.
Untuk melanjutkan topik pembahasan soal neraka, Allah menyisipkan seruan kepada orang-orang kafir pada ayat ke-tujuh, agar jangan sampai mereka nanti di neraka pada hari kiamat, berapologi karena menyesali perbuatan dosa yang sudah tidak terampuni lagi. –karena tidak memanfaatkan hari-hari di dunia dengan bertaubat-. Para algojo dari bangsa malaikat itu berkata kepada mereka di neraka ; "tidak perlu beralasan lagi hari ini, kalian hanya mendapat balasan atas apa yang kalian perbuat di dunia". Artinya, semakin jahat orang kafir tersebut, semakin pedih pula siksaan yang akan dirasakan di neraka nanti.
Setelah mengancam orang-orang kafir dengan siksaan yang sedemikian rupa, seperti biasanya Allah selalu kembali menyeru orang-orang yang beriman, dan pada ayat ke-delapan, Allah menampakkan kasih sayangnya kepada umat islam dengan seruan bertaubat secara benar (taubatan nashuha), yang mana dengan taubat nashuha, Allah berkenan melebur segala kesalahan yang pernah dilakukan oleh hamba-Nya yang bertaubat. Dan kelak memasukkan mereka ke surga yang telah diciptakan dengan representasinya dalam al Qur'an "di bawahnya mengalir sungai-sungai yang indah, yaitu pada hari di mana Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Catatan penting yang harus kita pahami dari tiga ayat di atas adalah :
  1. Betapa sayangnya Allah kepada umat islam, mereka sudah disiapkan segala fasilitas hidup untuk dinikmati dan disyukuri dalam bentuk ibadah, sarana dan pra-sarana kehidupan dunia dan akhirat sudah diiklankan melalui al Quran dan Sunnah Rasulnya, berbagai macam panduan hidup sebagai Hamba Allah sudah sangat sempurna. Hanya diberi tugas untuk bertanggungjawab saja, bisakah kita selaku umat islam menjaga amanah ini?
  2. Perlakuan Allah terhadap dua golongan pada ayat-ayat di atas sangat kontras. ibarat anak emas, orang-orang mukmin dimanjakan dan diasuh untuk menjadi hamba-hamba terbaik kelak di hari kiamat saat berjumpa dengan-Nya di surga, sedangkan orang-orang kafir, bak anak tiri yang diseru dengan berbagai ancaman siksaan kelak di hari akhir. Mumpung masih ada kesempatan bertaubat, marilah kita sama-sama mendekatkan diri kepada Allah seraya memohon ampunan atas segala kesalahan yang kita perbuat sepanjang hidup ini.
  3. Tahukah anda, bagaimanakah taubat nashuha itu? Para Ulama sepakat bahwa taubat hukumnya fardlu 'ain bagi pelaku dosa, pada saat itu juga. Tidak boleh ditunda-tunda, kemudian mereka membagi dosa menjadi dua klasifikasi, agar bisa dengan mudah mempetakan cara taubat nashuha.
    1. Dosa Adami, yaitu dosa yang berhubungan dengan sesama manusia. untuk mencapai taubatnya adalah dengan empat syarat :
-       Terlebih dahulu membebaskan diri dari hak orang terkait yang didhalimi, sehingga orang tersebut sudah tidak merasa dianiaya.
-       Segera mencabut diri dari perbuatan maksiat
-       Menyesali kemaksiatan tersebut
-       Berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi
Setelah empat syarat tersebut dilakukan, dan kemudian beristighfar, maka taubatnya bisa dikatakan Nashuha.
  1. Dosa non-adami, yaitu dosa yang tidak berhubungan dengan sesama manusia. untuk mencapai taubatnya adalah dengan tiga syarat :
-       Segera mencabut diri dari perbuatan maksiat
-       Menyesali kemaksiatan tersebut
-       Berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi
Setelah tiga syarat tersebut dilakukan, dan kemudian beristighfar, maka taubatnya bisa dikatakan Nashuha.
  • Interpretasi ayat 9
Allah berfirman :
يا أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (9(
Pada ayat ke-sembilan ini, Allah memberitahukan Nabi akan sikap yang harus diambil untuk menghadapi orang-orang kafir yang saat itu menghalang-halangi umat islam untuk menjalankan aktivitas keagamaannya. Serta orang-orang Munafiq yang sering memprovokasi umat islam demi menggoncang ketenteraman hidup beragama dan bermasyarakat secara aman dan damai. Allah memerintahkan beliau untuk bersikap tegas dan keras sebagai reaksi kelaliman mereka terhadap umat islam, agar umat islam senantiasa terlindungi dari berbagai gangguan sosial maupun spiritual. Selain itu, di akhir ayat, Allah menjanjikan tempat kembali orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, bahwa mereka nantinya akan berpulang ke tempat yang buruk.
Pelajaran yang kita ambil dari ayat ini adalah ;
  1. Nabi diperintah secara pribadi untuk berjihad. Sementara, tidak mungkin beliau melakukannya sendirian kecuali bersama para sahabatnya. Menunjukkan bahwa itu merupakan bentuk seruan kepada Rasulullah untuk berdakwah. Karena Rasulullah adalah pemimpin mereka, jika Rasulullah berjihad pasti mereka akan terpanggil untuk mengikuti Rasulullah saw.
  2. Berjihad yang dimaksud di atas bukanlah jihad yang dimaknai secara dangkal, karena Rasulullah saw sendiri tidak pernah memulai jihad dengan bentuk kekerasan. Terbukti, Rasulullah membedakan cara menyikapi orang-orang Kafir dan orang-orang Munafiq dalam pesan tersirat dari ayat ini. Adapun orang kafir, diajak dengan tahap-tahap tertentu. Yaitu diseru kepada kebenaran islam. kemudian jika mau menerima, maka itu adalah kewajiban mereka. Jika menolak, maka tidak ada pemaksaan. Namun jika menentang dan bahkan melakukan perlawanan, maka tidak ada jalan lain kecuali peperangan. Sedangkan berjihad melawan orang-orang munafiq adalah dengan cara mendidik mereka, serta menyampaikan sindiran-sindiran yang menggugah sanubari mereka agar mau sadar dan menerima islam dengan ikhlas. Jika mereka mau berubah dan sadar, maka itu adalah kewajiban mereka. Jika mereka masih terus menerus bermuka dua, maka tidak ada tugas lain bagi seorang Rasul kecuali menyampaikan kebenaran dari Tuhan.
  3. Penutup ayat tersebut tidak memilah tempat berpulang yang buruk bagi orang-orang kafir dan orang-orang Munafiq, menunjukkan bahwa sesungguhnya orang Munafiq di mata Allah adalah Kafir, meskipun secara lahir mereka mengaku muslim yang harus mendapat hak-hak duniawi sebagaimana orang-orang islam.
  • Interpretasi ayat 10 – 12
Setelah menjabarkan seruan kepada orang-orang mukmin, orang-orang kafir serta kepada Rasulullah, surah at-Tahrim menggiring kita menuju titik ending-nya dengan mengangkat profil-profil tokoh wanita berpengaruh pada masa umat dahulu. Satu sisi, ada wanita sesat meski di bawah asuhan Nabi dan Rasul sebagai insan paling taat. di sisi lain, ada juga sosok wanita terhormat dan taat beribadah, meski berada di pangkuan orang paling jahat sejagat. Allah swt berfirman :
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ كانَتا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبادِنا صالِحَيْنِ فَخانَتاهُما فَلَمْ يُغْنِيا عَنْهُما مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (10)
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (11)
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَها فَنَفَخْنا فِيهِ مِنْ رُوحِنا وَصَدَّقَتْ بِكَلِماتِ رَبِّها وَكُتُبِهِ وَكانَتْ مِنَ الْقانِتِينَ (12(
Pada ayat ke-sepuluh, Allah mengajak kita berfikir tentang orang-orang kafir yang tidak mau mendengarkan ajakan umat islam menuju jalan yang benar. Seolah mereka adalah orang-orang asing yang memang tidak ditakdirkan bisa bersama dengan kita meski saat di dunia bisa hidup berdampingan dan saling bahu membahu satu sama lain. Jangankan mereka yang tidak ada hubungan kerabat ataupun saudara, bahkan istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as saja tidak bisa bersatu di akhirat kelak bersama mereka. Karena istri-istri dua Nabi tersebut berkhianat dengan tidak mau mengikuti jejak suami yang menghambakan diri kepada Allah, bahkan istri Nabi Nuh as menganggap suaminya telah gila saat menyeru umat kepada jalan Allah. Serta mempublikasikan dakwaan gila tersebut kepada khalayak sehingga banyak orang mencaci-maki Nabi Nuh as yang berharap orang lain percaya kepadanya sedangkan istrinya sendiri bersaksi bahwa suaminya telah gila.
Adapun istri Nabi Luth as, telah banyak membantu kaum sodom untuk melegalkan pembangkangan kepada Nabi Luth as. hingga pada puncaknya, istri Nabi Luth lah yang mewartakan kehadiran tamu-tamu suaminya yang berpenampilan menarik perhatian kaum terlaknat tersebut. Tanpa mau tahu bahwa tamu-tamu itu adalah para Malaikat utusan Allah yang sedang pamit kepada Nabi Luth as untuk menghancurkan kaumnya atas perintah Allah swt. Kemudian pada akhir ayat, kedua Nabi tersebut pun tidak kuasa melakukan pembelaan terhadap istrinya yang harus menerima siksaan dari Allah. Karena mereka sejatinya adalah orang lain. Dan hanya Allah yang berhak menentukan kemana manusia nanti dikembalikan, tentunya sesuai dengan amalnya masing-masing saat di dunia.
Di sisi lain, pada ayat ke-sebelas, Allah mengajak kita berfikir tentang sesosok wanita terhormat dan taat beribadah, sementara ia diperistri seorang raja paling kafir yang tercetak namanya dalam al Qur'an, yaitu Fir'aun. Betapa rapinya hidayah Allah menyusup di kediaman seorang raja kafir nan lalim sehingga ia kecolongan seumur hidupnya tidak tahu bahwa istrinya menghianati pengakuannya sebagai Tuhan yang memperbudak ribuan Bani Israil.
Seorang Permaisuri yang terjaga dari pengaruh suami yang berkuasa dengan segala kejahatannya tersebut berdoa kepada Allah “ Tuhanku, mohon bangunkan untukku sebuah istana milik-Mu di surga, dan mohon selamatkanlah aku dari Fir'aun beserta segala amal perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim” , ini menunjukkan bahwa kesesatan adalah tirai pemisah hubungan dalam bentuk apapun antar manusia di mata Allah. Dan pada waktunya nanti, mereka tidak akan dipertemukan kembali setelah berpulang ke tempat pemulangan masing-masing. (yang baik ada di surge, sedangkan yang buruk ada di neraka) .
Kemudian di penghujung surah, pada ayat ke-duabelas Allah menyebutkan sosok wanita suci yang bernama Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat (lahir dan batin) .
Ada beberapa poin nasehat yang perlu kita gali dari tiga ayat terakhir tersebut, di antaranya ;
  1. dua tokoh wanita baik dan dua tokoh wanita buruk pada ayat-ayat di atas merupakan sebuah sindiran bagi dua istri Nabi Muhammad saw yang menjadi topik inti pembahasan pada surah ini. Bahwa, kejadian pembangkangan seorang istri Nabi bukan hanya terjadi pada saat Rasulullah saja, melainkan juga pernah dialami oleh Nabi-Nabi terdahulu. Sementara di sisi lain, juga sebuah nasehat bagi mereka bahwa untuk menjadi wanita terbaik di mata Allah tidak harus bergelarkan istri Rasulullah saw, karena terbukti bahwa Asiah permaisuri Fir'aun, dengan bekal taatnya kepada Allah bisa meraih predikat salah satu wanita terbaik di surga nanti.
  2. Kesalehan seseorang tidak bisa menjamin keshalehan keluarganya tanpa adanya perbuatan dan petunjuk kebenaran dari Allah swt. Begitu juga sebaliknya, kejahatan seseorang bukan berarti akan diwaris oleh keluarga maupun keturunannya, karena hidayah Allah bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja.
  3. Pesan kepada segenap anggota keluarga yang berharap senantiasa disatukan oleh Allah di dunia dan akhirat, agar menjaga komitmen bersama untuk saling mendukung dalam kebaikan dan saling menjaga dari keburukan yang dapat memisahkan mereka saat berjumpa dengan Allah swt.
  • Khatimah
Demikian adalah sekilas analisa saya terhadap bagian kecil dari Maha Karya Tuhan yang Maha Agung, dengan merujuk ke berbagai referensi yang ala kadarnya. Mudah-mudahan bermanfaat buat kita semua yang membacanya, kemudian mohon maaf atas segala kekurangan yang saya miliki, dan semua kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wa ta'ala.
Wa ma taufiqi illa billahi al 'aliyyi al 'adhim, wal-hamdu lillahi rabbil 'alamin...



Di sampaikan di Kairo, Selasa 06 Maret 2012



DAFTAR PUSTAKA :
  1. AL QUR'AN AL KARIM, Mushaf al Madinah al Nabawiyyah, Majma' al-Malik Fahd li al-thiba'ah, Saudi Arabia,  th. 1405 H
  2. Tafsir Ibnu Katsir, 'Imaduddin Abu al Fida' Isma'il bin Katsir, Maktabah Aulad Asy Syeikh, Cairo,  cet. I th. 2000 M
  3. Jami'ul Bayan 'An Ta'wil al Qur'an, Abu Ja'far Muhammad Ibnu Jarir al Thabari, Markaz al Buhuts wa al Dirasat al 'Arabiyyah wa al Islamiyyah, Cairo,  cet. 1 th. 2001 M
  4. Mafatihul Ghaib, Fakhrud Din Muhammad al Razi, Dar al Fikr, Beirut, cet. I th. 1981 M
  5. Tafsir al Baidlawi, Al Qadli al Baidlawi, Maktabah al Haqiqah, Istanbul, th. 1991 M
  6. Tafsir al Wasith, Asy Syaikh As Sayyid Thanthawi, Dar as Sa'adah, Cairo, th. 2007 M
  7. Fathul Bari bi Syarh Shahih al Bukhari, Ibnu Hajar al 'Asqallani, Dar al Hadits, Cairo, cet. I th. 1998 M
  8. Tafsir al Maraghi, Ahmad Mushthafa al Maraghi, Maktabah Mushthafa al Halabi, Cairo , cet. 1 th. 1946 M
  9. Kitab al Fiqh ala al Madzahib al Arba'ah, 'Abd al Rahman al Jaziri, Dar al Kutub al Ilmiyah, Beirut, th. 1990 M

Read More »

Tafsir Al Quran Saintifik; antara Qur'anisme dan Empirisme

0 comments

Tema Al Qur'an dan sains menjadi salah satu topik terpenting dalam pengkajian para pegiat islamologi muslim maupun non-muslim, banyak dari mereka mengkaitkan substansi ilmu empiris dengan Al Qur'an. Dr. Muhammad Ali Ridla'iy menyebutkan, ada kira-kira seribu ayat yang mereka angkat untuk dijadikan cermin utama dalam pengusungan ayat-ayat Al Qur'an pada ranah pengkajian tersebut. secara keseluruhan, semua ini memicu munculnya metode baru dalam tafsir yang disebut tafsir ilmiah (scintific interpretation), biasanya mereka mengajukan sejumlah pengantar untuk masuk ke dalam persoalan tersebut. sebagai contoh, apakah seluruh ilmu pengetahuan manusia terdapat dalam Al Qur'an? Apa maksud dari adanya tanda-tanda ilmiah dalam Al Qur'an? Dan lain sebagainya. Sehingga untuk menuntaskan kaji otentitas Al Qur'an untuk dipercocokan dengan sains, mereka membutuhkan berjilid-jilid buku.

Di sisi lain, tidak sedikit pula Ulama yang tidak membenarkan penggunaan pendekatan metode ilmiah ini dalam memahami ayat-ayat Al Qur'an, sehingga mereka menganggapnya tafsir bi al ra'yi yang dilarang oleh berbagai dalil pijakan para mufassir terdahulu.

Ilmu empiris, antara keyakinan dan dugaan

Jika mau jujur, ilmu-ilmu ini merupakan akumulasi dari pengalaman-pengalaman manusia selama berabad-abad. hingga pertengahan kedua dari abad xx M, ilmu-ilmu ini diklasifikasikan menjadi dua bagian; teori-teori ilmiah yang tidak mapan, dan hukum-hukum ilmiah. Teori-teori tersebut berubah menjadi hukum tetap jika dilakukan pengamatan terus-menerus dan pengalaman yang berulang-ulang. Setelah filsafat menghegemoni segala teori ilmiah, jelas bahwa bagaimana ilmu-ilmu alam tidak dapat mencapai tingkat hukum aksioma dan tetap. Ilmu-ilmu tersebut tidak lain hanyalah mitos yang berguna, dipakai dalam wilayah alam dan kehidupan. Ketika ilmiah dibentuk, kita tentu berbenturan dengan persoalan yang ingin dipecahkan. Setelah itu,kita membuat dugaan mengenai cara pemecahan masalah tersebut. pada tahap ketiga, kita menarik kesimpulan dari persoalan-persoalan yang dapat diamati dan dialami dari metode tersebut. kemudian pada fase ke empat, kita berusaha menggugurkan persoalan-persoalan tersebut. jika tidak gugur, maka masalah-masalah tersebut tetap berada dalam wilayahnya sampai digantikan dengan teori yang lebih baik.
Dari sini, sebuah kepastian dalam ilmu-ilmu empiris bukanlah sebuah kepastian dalam arti "kredentif" dan hanya berimplikasi pada sebuah keyakinan "subyektif". Maka, jika pun memang ingin dipaksakan menggunakan metode tafsir saintifik, harus dibedakan dulu antara sebuah aksioma-empirik dan sains-metodik yang selama ini jarang diungkap secara obyektif oleh pegiat tafsir ilmiah saat-saat ini.

Contoh singkat saja, ketika membicarakan tentang metode kaum teolog, filosof, gejala-gejala alam maupun sosial, bahkan soal penemuan-penemuan baru, terkadang para pegiat tafsir ilmiah ini secara langsung menghubungkan dengan ayat-ayat Al Qur'an demi mengungkap sebuah fakta dan kebenaran ayat Al Qur'an, sementara Al-Thaba'thaba'i dalam Al mizan fi tafsiri Al mizan juz 1 hal 7-8 mengatakan : "cara seperti itu dalam mengkaji, lebih tepat disebut aplikasi(tathbiq), bukan interpretasi(tafsir)".

Pandangan Ulama tentang tafsir saintifik
Awal mula munculnya jenis tafsir ini terjadi di abad II H. kemudian terus berkembang dengan cepat sebagai salah satu metode tafsir. Hingga para sarjana dalam disiplin sains mulai menafsirkan ayat-ayat dengan menggunakan ilmu-ilmu empiris sekalipun tujuan dari masing-masing mereka berbeda-beda. Metode tafsir tersebut muncul, karena beberapa factor, diantaranya:
1. Perhatian Al Qur’an terhadap sains. Menyebut contoh-contoh ilmiah dan mendorong untuk merenungkan ayat-ayat ketuhanan yang ada di langit, bumi dan seisinya.
2. Adanya penerjemahan dan publikasi karya-karya ilmiah dalam bidang ilmu alam dan filsafat di Yunani, Romawi dan Iran di kalangan kaum Muslimin di abad II H.
3. Adanya keyakinan bahwa seluruh ilmu alam ada dalam al-Qur’an, dan dimungkinkan ilmu-ilmu itu dilahirkan darinya.
4. Adanya perhatian terhadap ilmu-ilmu alam dan temuan-temuan baru untuk menegaskan kemukjizatan Al-Qur’an.
5. Adanya dominasi aliran empiris di Eropa dan pengaruhnya terhadap pemikiran umat islam, di samping adanya sejumlah orang yang menyimpang dan orang-orang yang hanya menukil secara berlebihan dalam memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan mengaplikasikannya terhadap sains.
6. Adanya perasaan sarjana Muslim bahwa mempertahankan Al-Qur’an dalam menghadapi syubuhat Barat yang mengklaim adanya kontradiksi sains dengan agama adalah kewajiban untuk menegaskan bahwa Al-Qur’an tidak bertentangan dengan sains.

Maka, ada tiga pendapat mengenai masalah tersebut.

Pertama: Pendapat yang Mendukung:

Biasanya, mereka adalah yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu al-Qur’an, tafsir dan filsafat. antara lain:
1. Ibn Sina (270 – 428 H), seorang dokter dan filosof Iran terkenal. Ia mengatakan ketika menafsirkan kata “al-arasy” dalam firman Allah yang berbunyi:
ويحمل عرش ربك فوقهم يومئذ ثمانية
Kata arasy menurut Ibnu Sina adalah bintang dari segala bintang (bintang kesembilan dalam astronomi Ptolemeus). Sementara malaikat (yang disebutkan jumlahnya saja dalam ayat tersebut, yaitu tsamaniyyah) artinya delapan bintang (bulan, matahari, venus, meskuri, saturnus, yupiter, mars, dan bintang yang tetap.
2. Abu Hamid Al-Ghazali (m. 505 H) meyakini adanya banyak ilmu dalam al-Qur’an seperti yang ia sebutkan dalam buku “Jawâhir al-Qur’ân” bahwa banyak ilmu seperti kedokteran, astronomi, geografi, fauna, anatomi, sihir dan lain sebagiannya ada dasarnya dalam al-Qur’an. Ia memberikan banyak contoh dari ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan hubungannya dengannya dengan ilmu-ilmu lain.
3. Al-Fakhr al-Râziy (m. 606 H). Ia mengaplikasikan masalah-masalah ilmiah terhadap al-Qur’an. Mengenai bumi itu diam, ia mendasarkan pada ayat al-Qur’an:
الذى جعل لكم الأرض فراشا
Dialah yang menjadikan bumi hamparan untuk kalian semua.
Ia menjelaskan pendapat-pendapat yang berkaitan dengan astronomi kuno karya Ptolemeus dan para sarjana India kuno, China, Babilonia, Mesir, Romawi dan Syam di bagian belakang ayat tersebut.
4. Ibn Abi al-Fadl al-Mursiy (570 – 655 H). ia berkeyakinan bahwa al-Qur’an memuat ilmu-ilmu generasi awal dan belakang. Ia berusaha menghasilkan ilmu kedokteran, debat, arsitektur, aljabar dan wawancara, dari al-Qur’an. Ia memberikan bukti-bukti dari ayat-ayat al-Qur’an mengenai perjahitan, perdagangan, perburuan, perbesian, tanaman dan lain-lain.
5. Jalâl al-Dîn al-Suyuthi (m. 911), pengarang buku al-Itqân fi Ulûm al-Qur’an”. Dia meyakini juga bahwa al-Qur’an memuat seluruh sains. Ia memberikan sebuah contoh dari al-Qur’an untuk itu. Ia mengatakan bahwa usia Nabi Muhammad 63 tahun, sebab ayat al-Qur’an “wa lan yu’akhkhir allah nafsan idzâ jâ’a ajaluha”. Ayat tersebut urut-urutannya dalam al-Qur’an yang ke 63.
Banyak juga Ulama kontemporer yang menggunakan metode tafsir ini, termasuk Abd al-Rahman al-Kawâkibiy (m. 1320 H) menerapkan al-Qur’an terhadap ilmu-ilmu empiris dalam banyak tempat dari buku “Thabâ’i’ al-istibdâd wa mashâri’ al-isti’bâd”. Ia menunjukkan mengenai terpisahnya bulan dari bumi (sesuai dengan teori-teori modern) dengan ayat-ayat al-Ra’d ayat 31, al-Qamar ayat 1.
6. Abd al-Razzâq Nawfal, penulis Mesir terkenal. Ia memiliki banyak tulisan tentang tafsir ilmiah. Di antaranya: al-Qur’an wa al-Ilm al-Hadîts (Al-Qur’an dan sains Modern),Islâm wa al-Ilm al-Hadîts (Islam dan sains Modern), Bayn al-Dîn wa al-Ilm (Antara Agama dan sains), dan lain sebagainya.
7. al-Sayyid Hibbah al-Dîn al-Syahrastâniy (1301 – 1369 H). Dalam bukunya “al-Islâm wa al-Hay’ah (Islam dan Astronomi) ia menunjukkan bahwa bumi itu bergerak berdasarkan ayat “alladzi ja’ala lakum al-ardl mahda“. Ia berkeyakinan bahwa dukungan dan penegasan sains dan temuan-temuan melalui agama dan para sarjana akan menyebabkan keimanan manusia akan bertambah kuat.

Sebagian di antara mereka ada yang menjeneralisir bahwa semua ilmu pengetahuan ditelurkan oleh isyarat-isyarat yang termuat dalam Al Qur'an, ada pula yang menjadikannya sekedar hipotesis, dan ada yang membebankan teori-teori sains terhadap al-Qur’an seperti yang dilakukan oleh Abdurrazzâq Nawfal dalam menafsirkan ayat:
هو الذى خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجها

Ia mengatakan: “Yang dimaksud dengan “al-nafs al-wahidah” adalah proton, dan pasangannya adalah elektron. Masing-masing dari keduanya membentuk unsur atom. Ia menganggap hal tersebut sebagai salah satu jenis kemukjizatan ilmiah (al-Qur’an). Dan jelas, corak yang ketiga ini merupakan tafsir bi al ra'yi.

Kedua: pendapat yang menolak:
1. Abu Ishaq al-Syathibiy (790 H) dalam bukunya “al-Muwâfaqât” menolak tafsir ilmiah dan menyanggah argumen-argumen mereka yang mendukungnya. Ia mengatakan: Bangsa Arab ketika al-Qur’an turun memiliki ilmu pengetahuan seperti perbintangan, pengetahuan tentang waktu-waktu turunnya hujan, pengobatan, retorika, eloquen, perdukunan, geomansi, ramalan, dan lain sebagainya. Islam telah mengklasifikasikan ilmu-ilmu tersebut menjadi dua, ilmu yang haqq dan bathil. Dia juga mengatakan: “banyak orang yang berlebih-lebihan di dalam memberikan klaim terhadap al-Qur’an. Mereka mengkaitkan terhadap al-Qur’an semua ilmu yang dikatakan milik generasi terdahulu atau belakangan seperti ilmu-ilmu alam, pendidikan, logika, ilmu huruf dan ini tidak benar”. Setelah itu, ia beragumen mengenai hal itu, ia mengatakan: ‘Tak seorangpun di antara ulama salaf yang mengklaim seperti itu. Al-Qur’an muncul hanya untuk menjelaskan masalah-masalah akhirat dan masalah-masalah sekunder.
Setelah itu, ia menolak argumen yang diajukan oleh para pendukung tafsir ilmiah. Mereka menggunakan ayat yang bebrunyi: “tibyâna likulli syay’in”, dan ayat “mâ farrathnâ fi al-kitâb min syay’in”. Ia mengatakan: ayat-ayat tersebut berkaitan dengan masalah taklîf dan peribadatan. Yang dimaksud dengan “al-kitâb” dalam ayat kedua adalah Lauh Mahfudh. Sementara itu yang berkaitan dengan masalah permulaan surat, ia mengatakan: “masalah nilai huruf (adad al-jumal, ada yang menyebut Hisâb al-Jumal)—menerapkan huruf-huruf abjadiyah terhadap al-Qur’an tidaklah past. Pengetahuan masalah ini diperoleh dari ahli kitâb, dan masalah permulaan surat termasuk masalah mutasyabihat.
Termasukal-Syaikh Mahmud Syaltut (1893 – 1963) mantan Syaikh al-Azhar. Ia menyerang dengan keras terhadap jenis tafsir ini dalam tulisan-tulisannya yang dimuat dalam majalah “al-Risâlah” yang terbit tahun 1941 M. Ia mengatakan: Pandangan seperti ini terhadap al-Qur’an tidak disangsikan keliru. Sebab, Allah tidak menurunkan al-Qur’an agar al-Qur’an menjadi sebuah kitab yang berbicara kepada manusia mengenai teori-teori sains, seluk beluk seni dan jenis-jenis pengetahuan. Ini sudah barang tentu salah karena pandangan tersebut mendorong orang yang terkait dan yang menafsirkannya untuk melakukan interpretasi atas al-Qur’an dengan interpretasi yang dipaksakan dan bertentangan dengan kemukjizatan, tidak diterima oleh cita rasa yang sehat. Ini salah, karena hal tersebut akan menjadikan al-Qur’an dipusingkan dengan masalah-masalah sains di setiap ruang dan waktu. Sains tidak mengenal kepastian, statik dan kata akhir. Bisa saja yang sekarang dalam pandangan sains benar akan tetapi besok sudah menjadi khurafat. Jika kita menerapkan al-Qur’an terhadap masalah-masalah ilmiah yang berubah-ubah itu, tentu kita menjadikan al-Qur’an akan jatuh bangun bersama masalah-masalah tersebut dan akan terjebak dalam kekeliruannya, serta tentunya kita akan menjerumuskan kita sendiri ke dalam situasi yang menyulitkan dalam membela al-Qur’an.
Sikap kita?

Dari uraian di atas, penulis hanya mampu menyampaikan sedikit pertimbangan tentang Al Qur'an dan sains untuk dijadikan patokan dalam menyikapi tafsir saintifik yang sangat berguna di satu sisi, tapi juga berpotensi pandangan-pandangan monokular pada sisi lain. Maka, Al Qur'an tidak perlu diback up dengan penemuan-penemuan ilmiah sekalipun itu penting sekali untuk memberitahukan kepada mereka yang hanya mau menerima kebenaran Al Qur'an dengan standar sains. Karena sains selamanya bersifat relatif, sehingga tidak patut jika Al Qur'an terbatasi oleh relativitas riset ilmiah para pegiat sains. Al Qur'an jauh lebih luhur dari sekedar kecocokan sains, karena Al Qur'an pasti sesuai dengan fakta dan bahkan memberikan sindiran terhalus kepada mereka yang belum mengetahui ilmunya, bahwa sejak 14 abad silam Al Qur'an sudah mengungkap fakta-fakta itu yang baru diketemukan mulai ramai sekitar abad 19 dan 20 M.

Jadi kesimpulannya adalah, penulis yakin bahwa Al Qur'an boleh saja berbeda dengan sains dan tehnologi, akan tetapi Al Qur'an tidak mungkin berlainan dengan fakta.

Read More »

Keutamaan Bulan Ramadhan

0 comments

Keutamaan bulan Ramadhan banyak di jelaskan dalam kitab suci Al quran. Ramadhan,bulan penuh berkah.Berkah Allah yang senantiasa di berikan kepada setiap hambanya.Setidaknya, setiap sebulan dalam satu tahun Allah SWT memberi kita kesempatan daurah tadribiyyah (training course) dengan mewajibkan ibadah puasa beserta bonus ibadah plus lainnya. Hal itu dikarenakan suatu hal terpenting dalam hidup beragama yang akan kita unduh di bulan penuh berkah ini, yaitu Taqwa. Allah berfirman:
 “يأيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Di dalam ayat tersebut, Allah sebenarnya memberi kita kado penghargaan sekaligus kasih sayang-Nya di balik perintah menunaikan ibadah puasa. Betapa tidak?, Pertama, sebelum memerintahkan ibadah puasa, Allah memanggil kita dengan sebutan “orang-orang yang beriman”. Subhanallah, jika kita perhatikan secara seksama, itu merupakan title yang luar biasa. apalagi Allah sendiri yang menobatkan pangkat iman tersebut pada kita. Kedua, Allah memerintahkan kita untuk melaksanakan ibadah puasa dengan alat bantu kata كتب" bukan فرض atau langsung أوجب الله عليكم yang mana muara dari kata "كُتِبَitu sendiri sebagaimana dalam tafsir Bahrul 'Ulum lis Samarqandi adalah pencatatan, perekaman dan pembentukan, disamping berarti mewajibkan yang bermuatan paksaan dan bersifat sepihak bagi pelaksana ibadah yg diperintahkan sebagaimana arti yang terkandung pada kata فرض dan أوجب. Di sini saya teringat sebuah hadis Qudsi : كل عمل ابن أدم له إلا الصيام، فإنه لي وأنا أجزي به”  yang berarti seolah Allah senantiasa menemani hambaNya yang berpuasa di setiap keadaanya, layaknya seorang sahabat yang tak akan meninggalkannya walau sejengkal. Ketiga, Al-Qur`an juga menggunakan redaksi fi’il mabni majhul untuk memerintahkan umat islam melakukan puasa, hal tersebut mengajarkan kita secara halus bagaimana etika seorang penguasa memerintahkan sesuatu yang dianggap berpotensi penting di mata dia, sehingga perintah seberat apapun tidak akan terkesan memberatkan, apalagi berkesan memperbudak.
Rahmat Allah lebih luas di banding kewajiban-kewajiban yang mesti diemban umat mukallafah seluruhnya. Begitu juga hikmah-hikmah yang disediakan oleh Allah jauh lebih banyak dibanding ibadah-ibadah yang diperintahkan-Nya bagi hamba-hamba-Nya, termasuk puasa. keempat, kita akan mendapati sebuah keganjilan yang baru bisa terjawab setelah kita mau berfikir lebih lanjut, betapa dengan penuh etikanya Allah SWT memerintahkan kita selaku hambanya untuk berpuasa dengan mengimbuhkan kata-kata كما كتب على الذين من قبلكم.  Awalnya, terbesit pertanyaan kecil: “Emang apa hubungannya kewajiban berpuasa yang harus kita jalankan dengan puasa yang diemban umat terdahulu? Toh syari’at kita dengan mereka kan berbeda…”. jika kita mau menyempatkan nalar kita untuk mengotak-atik susunan “tasybih” pada ayat tersebut, paling tidak kita bakal menemukan tiga faedah mengapa Allah mengimbuhkan embel-embel penyerupaan umat muhammad dengan umat sebelumnya dalam menjalankan kewajiban ibadah puasa.
Faedah yang pertama, perhatian Allah akan ibadah puasa ini sehingga menjadi salah satu dari lima pilar agama Islam, karena Allah mensyari’atkannya bagi umat Islam dan umat sebelumnya sebagai salah satu wujud persatuan dakwah/ seruan mentauhidkan Allah antara umat Muhammad dan umat para Rasul sebelumnya. Dan inilah yang memicu agungnya pahala berpuasa serta keterabadian kebaikannya.
 Faedah yang kedua, Allah berkeinginan untuk menjadikan ibadah puasa ini terasa ringan bagi umat Islam, karena suatu pekerjaan itu akan dirasa tidak terlalu berat bila diketahui bahwa pernah ada yang melakukannya, pas dengan adagium orang Arab: الأعمال إذا أديت خفت
Faedah yang ketiga, Allah berkehendak untuk memberikan rangsangan  “Berlomba-lomba dalam kebaikan” atau mungkin dengan bahasa sederhana “Sebuah motivasi untuk lebih kompetitif” bagi umat Islam agar mereka senantiasa bertekad untuk  menjalankan ibadah dengan kualitas yang lebih baik dari umat sebelumnya demi membuktikan bahwa umat Islam adalah sebaik-baik umat yang muncul di tengah-tengah peradaban manusia sebagaimana firman Allah: كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ..... الأية "
Dan yang terakhir dari kasih sayang Allah yang terungkap dalam ayat tasyri’ puasa di atas adalah penutup ayat tersebut dengan menggunakan jumlah ta’liliyyah لعلكم تتقون.” Disana Allah menjanjikan hikmah puasa yang begitu besar nilainya yaitu “taqwa,” dalam arti sepanjang hamba Allah tersebut menjalankan puasa seperti yang diperintahkan,  maka sama halnya ia  melaksanakan kebaikan (ma’rufat) seutuhnaya serta meninggalkan kejelekan (munkarat) seluruhnya. Sehingga bahagialah ia di surga nantinya saat bertatap muka dengan Tuhannya, sesuai dengan hadits :
 للصائم فرحتان فرحة عند إفطاره وفرحة عند لقاء ربه، وإن للصائم عند إفطاره دعوة مستجابةSeperti itulah makna takwa yang tersirat dalam keterangan kitab Kifayatul Atqiya`:
 تقوى الإله مدار كل سعادة * وتباع أهوا رأس شر حبائلا
Karena dengan berpuasa seseorang dapat menetralisir kecenderungn-kecenderungan syahwat manusiawinya.
Memang ada nuansa yang berbeda dari ibadah puasa jika dibandingkan dengan ibadah lainnya, puasa tidak sekedar syariat dalam bentuk ibadah formal dan legal berupa pengendalian diri untuk meninggalkan makan-minum dari fajar sampai maghrib akan tetapi lebih dari itu, puasa memberikan penekanan lebih besar pada aspek ruhaniyah dalam bentuk spiritualitas yang didukung harmonisme hubungan vertikal antara hamba dan Tuhannya. Aspek spiritualitas –dan ini yang terpenting- selalu menuntut kesadaran akan kehadiaran Allah yang selalu meliputi semua perilaku manusia. Allah berfirman: وهو معكم أين ما كنتمbahkan dalam ayat lain disebutkan bahwa kedekatan Allah dengan manusia itu melebihi kedekatan urat lehernya (habl al-warid).
Maka jika kita runut, paling tidak ada 2 aspek yang tidak bisa ditinggalkan dalam puasa. Pertama, aspek pengendailian diri yang bersifat ritual formal dan yang kedua, aspek spiritualitas yang bersifat ruhaniyyah. Satu sama lain saling memotivasi peningkatan mutu kualitas hamba Allah secara lahir dan batin.  Karena kalau kita mau jujur, menjaga puasa dengan sebaik- baiknya itu adalah pilihan, kita mau tidak puasa tanpa seorang pun tahu juga sangat mudah untuk dilakukan, apalagi dinegeri anti peduli unggah-ungguh ini, kecuali jika kita mampu merasakan kehadiran-Nya di setiap ruang dan waktu dimana kita berada. Dari sinilah hakikat taqwa yang dijanjikan oleh Allah di penutup ayat tasyri’ puasa di atas dapat kita rasakan seutuhnya. Taqabbalallahu minnaa wa minkum

Read More »

Pemikiran Ibnu Rusyd dan Karya Fenomenalnya

0 comments
Menelaah pemikiran ibnu rusyd sangatlah menggelitik nalar kita untuk mendalami beberapa karya fonemenal beliau.Dialah Averroes, Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Rusyd Al Qurthubi Al Andalusi (1126 -1198 M / 520 – 595 H), Sang Peneguk ilmu pengetahuan tanpa henti rasa dahaga. Yang dikenang dalam sejarah hidupnya sejak mampu berfikir logis hingga mangkatnya untuk berjumpa dengan Penggerak Nalarnya (Allah SWT), tidak pernah membiarkan malam berlalu tanpa diisi dengan berfikir dan membaca kecuali pada dua malam saja. Yaitu di saat Ayahnya meninggal dunia dan saat Malam pertama bersama Istrinya.[3]
Ibnu Rusyd Al Hafid dilahirkan serta dibesarkan di lingkungan keluarga Fuqaha', dia merupakan terah para Pemuka Ahli Fikih madzhab Maliki. bahkan ayah dan kakeknya pernah menjabat sebagai Hakim Agung di Cordova-Andalusia[4]. Oleh karenanya, sangat wajar jika seorang Ibnu Rusyd kelak menjadi seorang Tokoh paling berpengaruh di masanya, hingga tiada pendapat yang diterima sebelum mendapat afirmasi Ibnu Rusyd. Dan  yang lebih menarik lagi, kemujuran Ibnu Rusyd yang di masa kecil mendapat pendidikan agama dengan baik oleh orang tuanya[5], dan kemudian hidup dewasa mendapatkan fasilitas terjamin dari Khalifah ke-tiga dari Dinasti Al-Muwahhidin, Yusuf bin Abdul Mu'min berkat kedekatannya dengan Ibnu Thufail, sehingga sampai pada akhir hayat, Ibnu Rusyd memiliki persinggungan sejarah dengan dinamika pemerintahan serta polemik sosial dan intelektual di lingkungan kerajaan. dari sana juga, sosok Ibnu Rusyd mulai meniti perjuangan nalarnya sehingga kelak menjadi pemikir hebat yang dapat menembus kegelapan barat menuju modernitas pemikiran dan pola nalar yang cemerlang sampai saat ini. Tentunya setelah melalui berbagai perjalanan sejarah dalam kehidupannya, seperti yang telah dibahas pada kajian perdana pekan lalu.
Peluncuran Karya Ibnu Rusyd
Averroes Muda dikenal sebagai sosok yang berpemikiran tajam, berwawasan luas dan berpandangan liberal yang bukan asal-asalan. Dia membidangi berbagai disiplin ilmu, mulai dari pengetahuan Islam yang Eksoterik (Fikih) hingga ajaran Islam yang bersifat esoterik (tashawuf). Selain itu juga menekuni disiplin ilmu lain, seperti  kedokteran, Astronomi, Sastra, Politik dan Filsafat.  Pada usia 36 th, Ibnu Rusyd mulai menelorkan buah karya pertamanya[6] di bidang ilmu kedokteran yang kemudian disusul karya-karya lain sampai mencapai sekitar 78 judul buku[7], baik  yang tersusun dalam beberapa volume dan sudah dicetak maupun yang berisikan satu jilid saja, ada yang sudah dicetak dan ada yang masih berupa manuskrip[8].
Namun, meski dia tercipta multi-talenta dengan kelebihan nalar yang dimilikinya, Ibnu Rusyd lebih terkenal dalam kacamata sejarah cendekia Muslim, selama 9 Abad ini sebagai Filosof Muslim. Dan bahkan oleh karena telah banyak menorehkan berbagai karya yang memperjelas teori Aristoteles, serta atas kesuksesannya meng-caunter attack kelompok anti filsafat, baik dari kalangan Mutakallimin maupun dari kalangan Fuqaha', banyak penggemar Filsafat menyematkan nama Arestotelianis Muslim kepada Ibnu Rusyd. Di samping, melejitnya penggemar Ibnu Rusyd di semenanjung Eropa pada tahun 1200-1600 M setelah karya-karyanya diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani (Hebrew) sampai pegiat Averroessisme menggenangi Eropa serta membenamkan doktrin-doktrin Gereja di sana. Dari situ, keilmuan Ibnu Rusyd di bidang Filsafat diakui diberbagai kalangan umat lintas beragama, Yahudi, Nasrani maupun Islam sendiri[9].
Berawal dari sebuah perkenalan antara Ibnu Rusyd dengan Khalifah Abu Ya'qub Yusuf bin Abdul Mu'min pada tahun 1169 M atas rekomendasi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Thufail Al Qaisi Al Andalusi (Abubacer), Dokter Pribadi Khalifah Yusuf sekaligus rekan diskusinya, karir filosofis Ibnu Rusyd mulai menapak ke angkasa. Pada mulanya, Sang Khalifah berdiskusi dengan Abubacer, sedangkan Ibnu Rusyd hanya menyimak perdebatan mereka, dan tiba-tiba Khalifah mengajukan pertanyaan kepada Ibnu Rusyd ; Apa pandangan seorang Filosof tentang langit?  apakah ia merupakan makhluk yang qadim ataukah diciptakan baru-baru saja seperti kita? Ibnu Rusydpun terkejut atas pertanyaan itu, dia khawatir terjebak dalam pandangan Filsafat yang pada masa itu merupakan perbincangan sensitif di ranah pergulatan politik Islam. Namun, kekhawatiran Ibnu Rusyd terkikis dengan sendirinya setelah sang Khalifah mengemukakan pandangan-pandangan tokoh filsafat seperti Plato, Aristoteles serta para Ilmuwan lainnya, sehingga Ibnu Rusyd mengakui akan spesialisasi Khalifah di bidang ilmu filsafat, dan Ibnu Rusyd pun merasa mendapatkan ruang udara bebas untuk melejitkan pemikiran-pemikiran bebasnya tanpa terhantui terror dogma monokular sebagaimana yang terjadi di bawah panji kepemimpinan Al Ma'mun dari Dinasti Abbasiyyah[10].
Pada suatu hari, Khalifah Yusuf mengeluhkan beberapa ketidakjelasan pada idiom Arestoteles serta terjemahan-terjemahan karyanya oleh beberapa ilmuwan, lalu membincangkan persoalan tersebut bersama Ibnu Thufail seraya berkata, hendaknya ada cendekia Muslim yang mau menginterpretasikan karya-karya Arestoteles seperti ini, pasti sangat bermanfaat untuk dirinya, juga untuk generasi berikutnya. Kemudian Ibnu Thufail merekomendasikan Ibnu Rusyd untuk menangani persoalan tersebut, atas dasar bahwa Ibnu Rusyd memiliki kapabilitas yang mumpuni dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini secara tekun dan teliti. Sejak itu, karir Ibnu Rusyd sebagai komentator (Al Syarih) dimulai dari Al Syarh Al Shaghir lil Juziyyat wal hayawan dan Al Hiss Wal Mahsus (Parva Naturali). Dan beliau garap tugas mulia tersebut saat beliau menjabat sebagai Hakim di Saville[11].
Maka, sesuai urutan usia, karya Ibnu Rusyd sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr.  Muhammad Lutfi Jum'ah dalam bukunya Tarikh Falasifat Al Islam adalah sebagai berikut ;
-          Pada usia 36 tahun, beliau menulis buku al kulliyyat fi al thibb (colliget), sebelum tahun 1162 M
-          Pada usia 43 tahun, beliau menulis parafrase milik Aristoteles dan diberi nama asy syarhu ash shaghir lil juziyyat wal hayawan, (Talkhish Aqsami Al Hayawan-Pats Of Animals) di Saville, pada tahun 1169 M
-          Pada usia 44 tahun, dia menulis asy syarhu al awsath li al thabi'ah wa al tahlilat al akhirah, di Saville, pada tahun 1170 M
-          Pada usia 45 tahun, dia menulis Syarhu as sama' wal 'alam di Saville, pada tahun 1171 M
-          Pada usia 49 tahun, dia menulis Asy syarhu al shaghir lil fashahah wal syi'ri (Talkhish Ilmi Al Khathabah Wa Shina'ati Al Syi'ri) dan asy syarhu al Awsath lima ba'da al thabi'ah, di Cordova, pada tahun 1174 M
-          Pada usia 51 tahun, dia dia menulis Asyarhu Al Awsath lil akhlaq, pada tahun 1176 M
-          Pada usia 53 tahun, dia menulis Ba'dlu Ajza' Min Maddati Al Ajram, di Marakesh pada tahun 1178 M
-          Pada usia 54 tahun, dia menulis Al Kasyfu 'An Manahij Al Adillah, di Cevilla pada tahun 1179 M
-          Pada usia 61 tahun, dia menulis Asy Syarhu Al Akbar li Al Thabi'at, pada tahun 1186 M
-          Pada usia 68 tahun, dia menulis Syarhu Kitab Al Hummayat Li Galenous, pada tahun 1193 M
-          Pada usia 70 tahun, dia menulis Masail Fi Al Manthiq, pada tahun 1195 M saat-saat vonis pembakaran semua karyanya tentang Filsafat atas rekayasa musuh-musuhnya yang berhasil memprovokasi Khalifah Ya'qub Al Manshur dengan kedok agama, seperti Abu 'Amir Yahya bin Abi Al Husain bin Rabi'[12]. Ibnu Rusyd menulis buku ini sementara ia dalam pengasingan di kampung Yahudi, Lucenna selama sekitar satu bulan[13].
Adapun karya-karya lain yang tidak diketahui pada usia berapa Ibnu Rusyd menulisnya lebih banyak lagi dari pada yang diketahui tahun penulisannya. Ernest Renan dalam bukunya Averroes Et J'Averroesm merinci semua karya Ibnu Rusyd yang ditemukan di Perpustakaan Eskurbel-Madrid, seluruhnya ada 78 judul buku, meliputi ;  
-          28 judul di bidang Filsafat, di antaranya ; Tahafut Al Tahafut, Jauhar Al Ajram Al Samawiyyah, 2 Risalah bertajuk Ittishal Al 'Aqli Al Mufariq Bil Insan, Kitab Fil Fahshi ; Hal Yumkinu Al 'aqla Al Huyulaniyya An Ya'qila Al Shuwara Al Mufariqah Bi Akhirah Am La? , Syarh Risalati Ibni Bajjah (Avempace) –ittishalu Al 'Aqli Bil Insan-, Masail Fi Mukhtalafi Aqsami Al Mathiq, Al Qiyas Al Syarthiy, Kitabu Al Masail Al Burhaniyyah, Khulashatu Al Manthiq, Muqaddimatu Al Falsafah[14], Jawami'I Siyasati Aflathun, Maqalatun Fi Al Ta'rif Bi Jihati Nadhari Abi Nashr Al Farabi (Alpharabius) Fi Shina'ati Al Manthiq, Syuruh 'Ala Al Farabiy Fi Masail Al Manthiq Li Aristo, Kitabun Fi Ma Khalafa Abu Nashr Li Aristo, Maqalatun Fi Al Raddi 'Ala Abi 'Ali Ibni Sina (Avicenna) Fi Taqsimihi Al Maujudat, Talkhish Al Ilahiyyat Li Nikolaos, Risalah Fi Hal Ya'lamullahu Al Juziyyat?, Maqalah Fi Al Wujud Al Sarmadiy Wal Wujud Al Zamaniy, Kitabun Fi Al Fahshi 'An Masaila Waqa'at Fil 'Ilmi Al Ilahi Fi Kitabi Al Syifa' Libni Sina, Maqalah Fi Faskhi Syubhati Man I'taradla 'Ala Al Hakim Wa Burhanihi Fi Wujudi Al Maddati Al Ula Wa Tabyini Anna Burhana Aristo Huwa Al Haqqu Al Mubin, Masalatun Fi Al Zaman, Maqalah Fi Al 'Aqli Wal Ma'qul, Syarhu Maqalati Al Iskandar Al Afrudisi Fil Aqli, Masail Fi 'Ilmi Al Nafsi, Kitabani Fi 'Ilmi Al Nafsi, Masail Fi Al Sama' Wal 'Alam.
-           5 judul di bidang Teologi, di antaranya ; Fashlu Al Maqal Fima Baina Al Hikmati Wal Syari'ati Min Al Ittishal, Talkhish Fashli Al Maqal, Maqalah Fi Anna Ma Ya'taqiduhu Al Masysyauna Wa Ma Ya'taqiduhu Al Mutakallimuna Min Ahli Millatina Fi Kaifiyyati Wujudi Al 'Alami Mutaqaribun Fi Al Ma'na, Kitabu Al Minhaj Fi Ushuli Al Din, Syarhu 'Aqidati Al Imam Al Mahdi.
-           8 judul  di bidang Fikih, di antaranya ; Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid Fil Fiqhi, Mukhtasharu Al Mustashfa Fil Ushul Li Al Ghazali (Algazel), Al Tanbih Ila Al Khatha' Fi Al Mutun, Al Da'awa, Al Darsu Al Kamil Fi Al Fiqh, Risalah Fi Al Dlahaya, Risalah Fi Al Kharaj, Makasib Al Muluk Wal Ruasa' Wal Murabbin Al Muharramah.[15]
-           4 judul di bidang Astronomi, di antaranya ; Mukhtashar Al Magicti, Ma Yuhtaju Ilaihi Min Kitabi Al Magicti, Maqalah Fi Harakati Al Jirmi  Al Samawi, Kalam 'Ala Ru'yati Al Jirmi Al Tsabitati Bi Adwarin.
-          2 judul di bidang Gramatika bahasa Arab (Nahwu), di antaranya ; Kitabu Al Dlaruri Fi Al Nahwi, Kalam 'Ala Al Kalimah Wal Ismi Al Musytaq.
-          20 judul di bidang kedokteran, di antaranya ; Al Kulliyyat Fil Thibb, Syarhu Urjuzat Ibni Sina Fi Al Thibb, Maqalah Fi Al Tiryaq, Ajwibah Au Nashaih Fi Amri Al Ishal, Talkhish Kitabi Al Hummayat Li Galenous, Talkhish Kitabi Al Quwa Al Thabi'iyyah Li Galenous, Talkhish Kitabi Al 'Ilal Wal A'radl Li Gaalenous, Talkhish Maqalat Galenous Fi Tasykhish Taba'udli Al Ajza' Al Mushabah, Syarhu Kitabi  Al Istuqsat Li Galenous, Talkhish Kitabi Al Mizaj Li Galenous, Talkhish Al Khamsi Maqalat Al Ula Min Kitabi Al Adwiyah Al Mufradah Li Gaalenous, Talkhish Kitabi Hailati Al Bur'i Li Galenous, Ikhtilaf Al Mizaj, Risalah Fi Al Mufradat, Maqalah Fi Al Mizaj Al Mu'tadil, 'Unshur Al Tanasul, Maqadir Al Mulayyinat Fi Al Thibb, Masalah Fi Nawaib Al Humma, Maqalah Fi Hummayat Al 'Afan, Muraja'at Wa Mabahits Baina Ibni Thufail Wa Ibni Rusyd Fi Rasmihi Li Al Dawa' Fi Kitabi Al Kulliyyat.  Ditambah lagi 10 manuskrip berbahasa Ibrani dan Latin yang dinisbatkan kepada Ibnu Rusyd.[16]
Prasasti peninggalan Ibnu Rusyd tidak selengkap saat beliau masih hidup, bagaimana tidak? Banyak karyanya yang dibakar saat ia masih hidup, juga ada beberapa karyanya yang diharamkan untuk dipelajari setelah dia wafat, sehingga untuk mengembalikan karyanya secara utuh adalah hal yang mustahil, bahkan saat Ibnu Rusyd dipanggil oleh Khalifah Ya'kub Al Manshur untuk kembali ke Marakesh (Ibu Kota Maroko saat itu) pada tahun 1197 M dari pengasingan selama sekitar satu bulan di Lucenna, tidak melebihi setahun, kemudian sakit sampai ajal menjemputnya.[17]
Ibnu Rusyd terhadap Syari'at dan Filsafat
Sebagai seorang Hakim di Cevilla dan Cordova, juga sebagai penganut Agama yang baik, Ibnu Rusyd mempunyai tanggungjawab besar atas konsekuensi Filsafat yang diusungnya untuk memback-up pemikiran keberagamaannya, banyak sekali serangan, hujatan serta hasudan dari beberapa tokoh Islam saat itu yang menghantamnya sehingga pernah diasingkan di sebuah pelosok pemukiman Yahudi bernama Lucena. Namun begitu gigihnya prinsip nalarnya, sampai suatu saat Khalifah pun memanggilnya kembali ke Marakesh setelah menyadari bahwa apa yang dilakukan Ibnu Rusyd bukanlah sebuah penodaan terhadap agama, melainkan upaya harmonisasi antara Syari'at dengan Filsafat. Pemikiran tersebut tercermin pada bukunya yang berjudul ; Fashlu Al Maqal Fi Ma Baina Al Syari'ati Wa Al Hikmati Min Al Ittishal. Menurut Ibnu Rusyd, Syari'at dan Filsafat berada dalam bingkai ketunggalan kebenaran (wihdatul haqiqah). Artinya, keduanya menuju satu esensi kebenaran yang sama, meski termanifestasi dalam eksistensi dan metodologi yang beragam[18]. Dalam buku tersebut, bisa kita tebak bahwa di sanalah inti pemikiran teologis-filosofis Ibnu Rusyd, sekaligus prinsip keberagamaannya.
Dalam kitab tersebut, setidaknya Ibnu Rusyd mengangkat tiga bahasan, yakni mengenai Syari'ah dan Hikmah, hukum ta'wil serta metode konseptualisasi dan penghukuman dalam syari'ah. Ibnu Rusyd juga tampak menekankan sekali dalam menggunakan pendekatan  qiyas (silogisme) untuk melihat maujudat.dan menurutnya itu merupakan metode Burhani (demonstratif) yang paling diagung-agungkannya. Ibnu Rusyd mendefinisikan ta'wil dalam kitabnya tersebut, "mengeluarkan lafal dari dalalah haqiqiyyah (makna sejati) kepada dalalah majaziyyah (makna metaforik) tanpa melanggar tradisi lisan orang Arab"[19].
Bagi yang menilai seorang Averroes dari sisi keistimewaan rasionalitas serta kepiawaian logikanya, sudah barang tentu akan mengumpatkan kritikan terhadapnya, bukankah prinsip semacam itu mengesankan pola fikir konservatif dan eksklusif?, seoalah terjadi ambiguitas dalam pemikiran Ibnu Rusyd, di satu sisi sangat mengandalkan rasionalitas, di sisi lain terselubung konservatisme dalam prinsip pemahamannya terhadap ta'wil. Tapi walau bagaimanapun, selain seorang filosof, Ibnu Rusyd juga ahli tata bahasa Arab. pendapat sementara penulis, barang kali Ibnu Rusyd memiliki pertimbangan bahasa yang matang dalam mengatasi problematika ta'wil, sehingga menyelipkan kalimat "tradisi bahasa orang arab" saat mendefinisikan ta'wil tersebut.
 Memang Ibnu Rusyd terkadang menyampaikan statemen yang kontroversial di kalangan Ulama' Islam. terlebih dalam ilmu kalam, bahkan vonis zandaqah pernah dilemparkan kepadanya oleh beberapa Ulama semasanya. Dalam hemat penulis, ada tiga poin penting yang dari sejak Ibnu Rusyd sudah digegerkan di kalangan Ahli Kalam, Ibnu Rusyd juga memaparkan penjelasan dalam kitabnya Fashlu Al Maqal dan Dlamimat Al 'Ilmi Al Ilahi, yaitu ;
  1. Tentang Alam, apakah ia Qadim ataukah Muhdats?
  2. Tentang Ilmu Allah, apakah mencakup hal-hal partikular (juziyyat), ataukah cukup hal-hal yang universal (kulliyyat) saja?
  3. Tentang Al Ma'ad, apakah manusia kelak dibangkitkan dan dikembalikan secara fisik (sebagaimana saat ia hidup di dunia), atau hanya ruhnya saja?
Tiga poin inti tersebut juga mengungkap doktrin utama Ibnu Rusyd dalam upaya rekonsiliasi filosofisnya, maklumat tentangnya dapat kita nikmati jika sejenak kita menyelami pendapat-pendapatnya saat mengemukakan bantahan terhadap kalangan teolog di bukunya yang berjudul Al Kasyfu 'an Manahij Al Adillah fi ‘aqaidi al millah, serta dalam bukunya Tahafut Al Tahafut ketika menyanggah Al Ghazali tentang 20 poin ajaran Filsafat yang dianggapnya menyimpang dari Syariat Islam. Mudah-mudahan pekan berikutnya kita bisa mengupas-tuntas isu klasik tersebut bersama para Pegiat Madrasatul 'Aqidah Wal Falsafah.
Epilog
Flash-back membincang soal karya Ibnu Rusyd, mengesankan bagi Penulis bahwa Averroes Rahimahullah merupakan Pustaka Dunia yang mengisi ruang-ruang gelap nalar para pemikir yang masih mengandalkan daya baca skriptual dari masa ke masa. Sekalipun bukan seorang pencetus (al Mubdi') sebuah teori tertentu di bidang keilmuan yang ditekuninya, sumbangsih Ibnu Rusyd sebagai Komentator dan Interpretator (Al Syarih) teori-teori Aristoteles dan berbagai karya Ilmuwan yang mendahuluinya, dia ibarat kartu Jocker yang bisa menyisipkan andil besar dalam melengkapi kekurangan dan menerangi kerancuan penjelasan. sehingga mampu menghidupkan kembali lentera peradaban dunia sejak abad 13 sampai sekarang.
Sebagai kalimat penutup, mempelajari Ibnu Rusyd tidak lain menapak tilas perjalanan pemikirannya menuju Allah SWT. Dengan menelisik keindahan ciptaan serta keteraturan tata ruang yang diciptakan-Nya sesuai dengan kebutuhan Makhluk di alam yang diabadikan-Nya. Semoga kita semua senantiasa dibimbing melalui Universalitas Ilmu-Nya, sehingga mampu memahami makna-makna partikular di balik alam yang dapat kita indra selama ini, untuk semakin meyakini keesaan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba yang masih tertatih-tatih menggapai hakikat dari-Nya. Wallahu A'lam bish shawab.


[1] . Makalah ini disampaikan pada diskusi regular mingguan Madrasatul 'Aqidah Wal Falsafah, Senin, 21 November 2011 di Sekretariat IKMAL- Mutsallats, St. Saqar Quraish, 'Imarah 76 Boarding 5.


[2] . Pemakalah adalah Mahasiswa pemula yang terburu-buru tingkat IV di Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat di Universitas Al Azhar Kairo, angkatan 2008 marhalah Jaljalut Kubra. J


[3] . Tarikh Falasifati Al Islam, Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Maktabah Al Usrah Cet. II Th. 2008 hal. 121


[4] . Kakeknya sering dimintai fatwa oleh para pejabat, gubernur dan ilmuan, Baik yang ada di Andalus maupun di Maghrib (Maroko). Tak hanya itu, para Sultan juga sering menjadikan pendapat-pendapatnya sebagai pertimangan politik. Baca ; 'Abduh Al Syamali, Dirasat Fi Tarikh al Falsafah al-'Arabiyyah al-Islamiyyah, (Beirut: Dar al-Shadir, 1979), Cet. V hal. 644. Baca pula ; Muhammad Syahatah Rabi', al-Turats al-Nafsi 'inda Ulama al-Muslimin, hal 524-525


[5] . Di bawah asuhan orang tuanya, Abul Walid Ibnu Rusyd Al Hafid belajar Tauhid madzhab Asy'ari, serta belajar Fikih bermadzhab Maliki, dan juga mendalami berbagai disiplin ilmu dengan Ulama semasanya tentang pengetahuan esakta lain, seperti Matematika, gramatika bahasa Arab, Sastra Al Mutanabbi, kedokteran dan lain sebagainya. Baca ; Ibnu Rusyd War Rusydiyyah, 'Adil Za'iyyah, tarjamah Averroes Et J' Averroesm karya Ernest Renant, Maktabah Al Tsaqafah Al Diniyah, Cairo. Tahun 2008 Cet. I hal 28


[6] . Ibnnu Rusyd mulai melaunchingkan karyanya pada separuh kedua umurnya, dia wafat ketika berusia 72 tahun, sementara usia 36 tahun baru meluncurkan buku pertamanya. hal tersebut sangat wajar sekali, karena kematangan disiplin ilmu kedokteran, Fikih sekaligus Filsafat memang membutuhkan waktu tela'ah yang cukup lama. Toh, dia sangat produktif sehingga sejak saat itu, setiap tahunnya menyelesaikan karya tulis di berbagai disiplin ilmu sekurang-kurangnya dua judul buku. Baca Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Tarikh Falasifat al-Islam, Maktabah al-Usrah, cet II tahun 2008 hal. 147-148


[7] . Menurut Ernest Renan, jumlah keseluruhan mencapai 78 judul sesuai data buku di perpustakaan Eskurbel, adapun menurut koleksi Ibnu Ushaibi'ah hanya mencapai sekitar 50 judul dan tidak kurang. Baca Ernest Renan, Averroes Et J'Averroesm, diterjemahkan oleh 'Adil Za'iyyah, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, Cairo. Cet. I tahun 2008 hal. 68


[8] . Ibid, hal. 82

[9] . Muhammad Syahatah Rabi', al-Turats al-Nafsi 'inda Ulama al-Muslimin, Iskandariyah : Dar al-Ma'rifah al-Jami'iyah, 1998 hal. 523

[10] . Diceritakan oleh Ibnu Rusyd sendiri kepada muridnya, Al Faqih Abu Bakr Bandawed Bin Yahya Al Qurthubi, baca Al Mu'jib fi talkhishi akhbari al maghrib lil Marakushi, hal 174 atau Tarikh Falasifati Al Islam, hal. 123-124 Karya Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah cet. II Maktabah Usrah 2008. Baca juga, T.J. De Boer, The History Of Philosophie In Islam, alih bahasa arab, Muhammad Abdul Hadi Abu Raedah. Maktabah al-Usrah, Cairo, tahun 2010 hal. 341


[11] . Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Tarikh Falasifat al-Islam, Maktabah al-Usrah, Cet. II, Cairo, tahun 2008  hal. 124

[12] . Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Tarikh Falasifat al-Islam, Maktabah al-Usrah, Cet. II, Cairo, tahun 2008  hal. 136


[13] . Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Tarikh Falasifat al-Islam, Maktabah al-Usrah, Cet. II, Cairo, tahun 2008  hal. 148. Baca juga, Ernest Renan, Averroes Et J'Averroesm, alih bahasa arab oleh 'Adil Za'iyyah, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, Cairo. Cet. I tahun 2008 hal. 66

[14] . Buku tersebut tersusun dari kumpulan 12 karyanya, yaitu ; al Hamil wal Mahmul, al Hudud, at Tahlil al Awwal wa al Tsani, al Qadlaya, al Qadlaya al Shahihah wal Fasidah, al Qadlaya al Lazimah wa ghairu al Lazimah, al Barhanah, al Natijah al Muthabiqah, Ra'yu al Farabiy fi al Qiyas, Khashaish al Nafsi, al Hissu wa as Sam'u, al Shifatu al Arba'. Baca : Ernest Renan, Averroes And Averroesm, diterjemahkan oleh 'Adil Za'iyyah, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, Cairo. Cet. I tahun 2008 hal. 71-72.


[15] . Terkadang ada yang salah faham, dengan mengatakan bahwa Ibnu Rusyd mengarang kitab Al Tahshil dan Al Muqaddimat Fi Al Fiqh, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Ushaibi'ah. Memang benar kedua kitab itu dikarang oleh Ibnu Rusyd, tp yang kakek (al jadd), bukan yang cucu (al hafid). Yang perlu diteliti, bahwa ada tiga Ulama Fikih yang berkuniah Ibnu Rusyd, mereka adalah Muhammad bin Rusyd (kakek), Muhammad bin Rusyd (cucu) dan Abu Abdillah Muhammad bin Umar yang hidup sekitar tahun 700-an hijriyah. Baca ; Ernest Renan, Averroes Et J'Averroesm, diterjemahkan oleh 'Adil Za'iyyah, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, Cairo. Cet. I tahun 2008 hal. 77-78.

[16] . Ernest Renan, Averroes Et J'Averroesm, diterjemahkan oleh 'Adil Za'iyyah, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, Cairo. Cet. I tahun 2008 hal. 69 - 87


[17] . Anas Mahmud Al 'Aqqad, Nawabigh Al Fikr Al 'Arabi, Vol. I Ibnu Rusyd, Darul Ma'arif cet. VI Cairo, hal. 29. Baca juga ; Tarikh Falasifati Al Islam, Dr. Muhammad Luthfi Jum'ah, Maktabah Al Usrah Cet. II Th. 2008 hal. 118


[18] . Ibnu Rusyd, Fashlu Al Maqal Fi Ma Baina Al Hikmati Wal Syari'ati Min Al Ittishal, Tahqiq Dr. Muhammad Imarah, Dar Al Ma'arif, Cairo, Th. 1972, hal. 31, baca juga ; Silsilat al-Mausu'ah al-Islamiyah al-Mutakhashshishah (9), Wizarat al-Auqaf al-Majlis al-A'la li al-Syu'un al-Islamiyah, Cairo tahun 2010, hal. 70

[19] . Ibnu Rusyd, Fashlu Al Maqal Fi Ma Baina Al Hikmati Wal Syari'ati Min Al Ittishal, Tahqiq Dr. Muhammad Imarah, Dar Al Ma'arif, Cairo, Th. 1972, hal. 32

Read More »