Puisi Chairil Anwar dari masa ke masa
Chairil Anwar adalah seorang sastrawan dan penyair kenamaan Indonesia. Berbagai puisi Chairil Anwar tak usang dimakan masa.Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
Salah satu kata bijak beliau adalah “sekali berarti sesudah itu mati”. kata bijak diatas menggambarkan nilai - nilai idealisme yang tinggi dan keberaniannya menyakini sebuah kebenaran.Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi.
Berikut ini adalah kumpulan puisi chairil anwar terfonemenal yg semoga saja memberikan anda inspirasi dalam menyikapi berbagai laku sosial disekitar anda
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
Salah satu kata bijak beliau adalah “sekali berarti sesudah itu mati”. kata bijak diatas menggambarkan nilai - nilai idealisme yang tinggi dan keberaniannya menyakini sebuah kebenaran.Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi.
Berikut ini adalah kumpulan puisi chairil anwar terfonemenal yg semoga saja memberikan anda inspirasi dalam menyikapi berbagai laku sosial disekitar anda
AKU
Kalau
sampai waktuku
‘Ku
mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak
juga kau
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan
akan akan lebih tidak perduli
Aku
mau hidup seribu tahun lagi
CINTAKU
JAUH DI PULAU
Cintaku
jauh di pulau
Gadis
manis, sekarang iseng sendiri
Perahu
melancar, bulan memancar
di
leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin
membantu, laut terang, tapi terasa
aku
tidak ‘kan sampai padanya
Di
air yang tenang, di angin mendayu
di
perasaan penghabisan segala melaju
Ajal
bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan
perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi!
Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu
yang bersama ‘kan merapuh
Mengapa
Ajal memanggil dulu
Sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku
jauh di pulau,
kalau
‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
PRAJURIT
JAGA MALAM
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda
yang lincah yang tua-tua keras,
bermata
tajam
Mimpinya
kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku
suka pada mereka yang berani hidup
Aku
suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam
yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
HAMPA
kepada
sri
Sepi
di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus
kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai
ke puncak. Sepi memagut,
Tak
satu kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah
ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai
binasa segala. Belum apa-apa
Udara
bertuba. Setan bertempik
Ini
sepi terus ada. Dan menanti.
YANG
TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam
dan angin lalu mempesiang diriku,
Menggigir
juga ruang di mana dia yang kuingin,
Malam
tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di
Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku
berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan
kisah baru padamu;
Tapi
kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku
diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
DOA
kepada
pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
PERSETUJUAN
DENGAN BUNG KARNO
Ayo
! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku
sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang
diatas apimu, digarami lautmu
Dari
mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku
melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku
sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
SAJAK
PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Derai-derai
Cemara
Cemara
menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku
sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup
hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
Tuti
Artic
Antara
bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola
isteriku dalam latihan; kita hentikan jam berdetik.
adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola
isteriku dalam latihan; kita hentikan jam berdetik.
Kau
pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa
-ketika kita bersepeda kuantar kau pulang -
panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
-ketika kita bersepeda kuantar kau pulang -
panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
Pilihanmu
saban hari menjemput, saban kali bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.
Aku
juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi… hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
Aku dan Tuti + Greet + Amoi… hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
Lagu
Siul
Laron
pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal di cerlang caya matamu
Heran! Ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal di cerlang caya matamu
Heran! Ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja
Yang
Terampas Dan Yang Terputus
Kelam dan
angin lalu mempesiang diriku,
Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
Malam tambah
merasuk, rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah
dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru
padamu;
Tapi kini
hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
Semoga dengan membaca puisi karya chairil anwar anda termotivasi untuk terjun dalam dunia kesusastraan terutama puisi. Dan semoga dengan membacanya anda akan tercerahkan
0 comments: