Pluralisme di Indonesia

Pluralisme, selama ini bangsa kita terlalu takut dan bahkan antipati dengan kata ini. Memang kata ini sangat sensitif untuk dibicarakan, namun hal ini bisa menjadi api dalam sekam kalau masyarakat dibiarkan dengan ketidaktahuan mereka dengan istilah ini. Saya sedikit tertarik dengan editorial yang disajikan redaksi Media Indonesia dengan judul “Untung Masih ada NU dan Muhammadiyah” terlebih setelah sebelumnya saya membaca Catatan Pinggir dari Gunawan Muhammad di Tempo Interaktif dengan judul “Roh, Api, Kata Bung Karno”. Dua tulisan tersebut mencoba menggambarkan bagaimana keadaan bangsa kita yang majemuk menghadapi persoalan lintas agama.

Indonesia bukan negara yang baru pertama kali ini terbentur masalah lintas agama. Sejak awal lahirnya persoalan lintas agama sudah menjadi diskusi menarik antar tokoh bangsa. Bung Karno sebagai presiden pertama kita sudah sedari dulu mewanti-wanti akan adanya benturan keagamaan jika kita tidak mengedepankan pluralisme dan kebebasan beragama. Namun sayang, beliau lebih dikenal orang sebagai seorang “abangan” dari pada seorang santri. Namun spirit itu tidaklah mati begitu saja.

Dua organisasi yang sudah berdiri sejak sebelum kemerdekaan yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah masih setia mengedepankan tenggangrasa dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Sikap ini adalah wajib adanya demi menjaga kesatuan NKRI karena memang Indonesia tidak hanya tersusun oleh satu agama saja. Indonesia mempunyai banyak budaya, ras, suku, dan adat istiadat. Gesekan sosial rasial atau teologi sangatlah berpotensi terjadi di tengah masyarakat. Dan bila pemerintah diam dan cenderung tidak peduli dengan hal ini maka itu sama saja dengan membiarkan perang saudara terjadi di mana-mana di pelosok negeri. Patut disayangkan bukan?

Tapi satu hal yang saya soroti kali ini adalah dua kutub yang senantiasa memancarkan pengaruhnya di bumi Indonesia. Satu kutub berusaha mengekstrimisasi umat beragama, dan satu kutub berusaha menjaga pluralitas beragama. Dua kutub ini mau tidak mau pasti saling berlawanan. Berebut pengaruh di masyarakat. Dan di sinilah letak keharusan masyarakat mengenal dengan baik apa itu pluralisme dan bagaimana seharusnya hidup di dalam bangsa yang multi-kultural.

Mungkin lebih bijak jika kita mulai membicarakan dari sisi Islam karena Islam memang agama terbesar yang dianut di Indonesia. Islam sejak awal lahirnya telah menampakkan nilai-nilai humaniora yang kental di masyarakat. Dengan caranya yang santun para mubaligh Islam saat itu menginfiltrasi budaya dan agama yang saat itu ada dengan ajaran Islam yang rahmatan li al ‘alamin tanpa merusak budaya lokal. Dari situlah Islam dikenal bangsa kita sebagai agama yang toleran dan pluralis. Tidak ada penghinaan terhadap agama lain namun tetap wibawa menjaga kehormatannya. Bentuk keseimbangan inilah yang kemudian menjadi dasar diterimanya Islam di masyarakat Indonesia.

Seiring tumbuhnya Islam di Indonesia, paham-paham lain masuk ke dalam masyarakat seperti paham wahabisme dan salafisme dari jazirah Arab. Namun rasanya masyarakat kita tidak mudah ditembus dan dipengaruhi oleh dua paham ini. Dan terbukti nyata paham ini butuh puluhan bahkan ratusan tahun untuk bisa terserap oleh masyarakat kita. Dan kini dua paham itu telah tampil mencengkeram sebagian dari bangsa kita dan merusak kedamaian beragama yang sudah berjalan ratusan tahun di bumi Indonesia. Namun benar apa yang ditulis Media Indonesia di Editorialnya bahwa kita masih boleh berharap banyak pada dua pengawal sejati pluralisme di Indonesia, NU dan Muhammadiyah.

Bagaimana pun NKRI adalah harga mati dan pluralisme adalah jaminannya. Tidak akan terwujud sebuah negara kesatuan dengan lima agama di dalamnya tanpa ada tenggangrasa antar umat beragama di dalamnya. Tidak akan ada kedamaian dan kenteteraman dalam menjalankan ibadah ketika nilai-nilai “lakum diinukum waliya din” sudah tidak lagi diamalkan bangsa kita. Jika sudah tidak lagi ada kerukunan antar umat beragama mungkin bisa jadi bangsa kita akan menjadi bangsa barbar yang beringas. Dan bukan mustahil satu agama dan agama yang lain akan saling menjatuhkan dan berperang di atas bumi Indonesia. Sungguh tidak ada satu agama pun yang menghendaki hal seperti ini.

0 comments: