Keutamaan Bulan Ramadhan


Keutamaan bulan Ramadhan banyak di jelaskan dalam kitab suci Al quran. Ramadhan,bulan penuh berkah.Berkah Allah yang senantiasa di berikan kepada setiap hambanya.Setidaknya, setiap sebulan dalam satu tahun Allah SWT memberi kita kesempatan daurah tadribiyyah (training course) dengan mewajibkan ibadah puasa beserta bonus ibadah plus lainnya. Hal itu dikarenakan suatu hal terpenting dalam hidup beragama yang akan kita unduh di bulan penuh berkah ini, yaitu Taqwa. Allah berfirman:
 “يأيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Di dalam ayat tersebut, Allah sebenarnya memberi kita kado penghargaan sekaligus kasih sayang-Nya di balik perintah menunaikan ibadah puasa. Betapa tidak?, Pertama, sebelum memerintahkan ibadah puasa, Allah memanggil kita dengan sebutan “orang-orang yang beriman”. Subhanallah, jika kita perhatikan secara seksama, itu merupakan title yang luar biasa. apalagi Allah sendiri yang menobatkan pangkat iman tersebut pada kita. Kedua, Allah memerintahkan kita untuk melaksanakan ibadah puasa dengan alat bantu kata كتب" bukan فرض atau langsung أوجب الله عليكم yang mana muara dari kata "كُتِبَitu sendiri sebagaimana dalam tafsir Bahrul 'Ulum lis Samarqandi adalah pencatatan, perekaman dan pembentukan, disamping berarti mewajibkan yang bermuatan paksaan dan bersifat sepihak bagi pelaksana ibadah yg diperintahkan sebagaimana arti yang terkandung pada kata فرض dan أوجب. Di sini saya teringat sebuah hadis Qudsi : كل عمل ابن أدم له إلا الصيام، فإنه لي وأنا أجزي به”  yang berarti seolah Allah senantiasa menemani hambaNya yang berpuasa di setiap keadaanya, layaknya seorang sahabat yang tak akan meninggalkannya walau sejengkal. Ketiga, Al-Qur`an juga menggunakan redaksi fi’il mabni majhul untuk memerintahkan umat islam melakukan puasa, hal tersebut mengajarkan kita secara halus bagaimana etika seorang penguasa memerintahkan sesuatu yang dianggap berpotensi penting di mata dia, sehingga perintah seberat apapun tidak akan terkesan memberatkan, apalagi berkesan memperbudak.
Rahmat Allah lebih luas di banding kewajiban-kewajiban yang mesti diemban umat mukallafah seluruhnya. Begitu juga hikmah-hikmah yang disediakan oleh Allah jauh lebih banyak dibanding ibadah-ibadah yang diperintahkan-Nya bagi hamba-hamba-Nya, termasuk puasa. keempat, kita akan mendapati sebuah keganjilan yang baru bisa terjawab setelah kita mau berfikir lebih lanjut, betapa dengan penuh etikanya Allah SWT memerintahkan kita selaku hambanya untuk berpuasa dengan mengimbuhkan kata-kata كما كتب على الذين من قبلكم.  Awalnya, terbesit pertanyaan kecil: “Emang apa hubungannya kewajiban berpuasa yang harus kita jalankan dengan puasa yang diemban umat terdahulu? Toh syari’at kita dengan mereka kan berbeda…”. jika kita mau menyempatkan nalar kita untuk mengotak-atik susunan “tasybih” pada ayat tersebut, paling tidak kita bakal menemukan tiga faedah mengapa Allah mengimbuhkan embel-embel penyerupaan umat muhammad dengan umat sebelumnya dalam menjalankan kewajiban ibadah puasa.
Faedah yang pertama, perhatian Allah akan ibadah puasa ini sehingga menjadi salah satu dari lima pilar agama Islam, karena Allah mensyari’atkannya bagi umat Islam dan umat sebelumnya sebagai salah satu wujud persatuan dakwah/ seruan mentauhidkan Allah antara umat Muhammad dan umat para Rasul sebelumnya. Dan inilah yang memicu agungnya pahala berpuasa serta keterabadian kebaikannya.
 Faedah yang kedua, Allah berkeinginan untuk menjadikan ibadah puasa ini terasa ringan bagi umat Islam, karena suatu pekerjaan itu akan dirasa tidak terlalu berat bila diketahui bahwa pernah ada yang melakukannya, pas dengan adagium orang Arab: الأعمال إذا أديت خفت
Faedah yang ketiga, Allah berkehendak untuk memberikan rangsangan  “Berlomba-lomba dalam kebaikan” atau mungkin dengan bahasa sederhana “Sebuah motivasi untuk lebih kompetitif” bagi umat Islam agar mereka senantiasa bertekad untuk  menjalankan ibadah dengan kualitas yang lebih baik dari umat sebelumnya demi membuktikan bahwa umat Islam adalah sebaik-baik umat yang muncul di tengah-tengah peradaban manusia sebagaimana firman Allah: كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ..... الأية "
Dan yang terakhir dari kasih sayang Allah yang terungkap dalam ayat tasyri’ puasa di atas adalah penutup ayat tersebut dengan menggunakan jumlah ta’liliyyah لعلكم تتقون.” Disana Allah menjanjikan hikmah puasa yang begitu besar nilainya yaitu “taqwa,” dalam arti sepanjang hamba Allah tersebut menjalankan puasa seperti yang diperintahkan,  maka sama halnya ia  melaksanakan kebaikan (ma’rufat) seutuhnaya serta meninggalkan kejelekan (munkarat) seluruhnya. Sehingga bahagialah ia di surga nantinya saat bertatap muka dengan Tuhannya, sesuai dengan hadits :
 للصائم فرحتان فرحة عند إفطاره وفرحة عند لقاء ربه، وإن للصائم عند إفطاره دعوة مستجابةSeperti itulah makna takwa yang tersirat dalam keterangan kitab Kifayatul Atqiya`:
 تقوى الإله مدار كل سعادة * وتباع أهوا رأس شر حبائلا
Karena dengan berpuasa seseorang dapat menetralisir kecenderungn-kecenderungan syahwat manusiawinya.
Memang ada nuansa yang berbeda dari ibadah puasa jika dibandingkan dengan ibadah lainnya, puasa tidak sekedar syariat dalam bentuk ibadah formal dan legal berupa pengendalian diri untuk meninggalkan makan-minum dari fajar sampai maghrib akan tetapi lebih dari itu, puasa memberikan penekanan lebih besar pada aspek ruhaniyah dalam bentuk spiritualitas yang didukung harmonisme hubungan vertikal antara hamba dan Tuhannya. Aspek spiritualitas –dan ini yang terpenting- selalu menuntut kesadaran akan kehadiaran Allah yang selalu meliputi semua perilaku manusia. Allah berfirman: وهو معكم أين ما كنتمbahkan dalam ayat lain disebutkan bahwa kedekatan Allah dengan manusia itu melebihi kedekatan urat lehernya (habl al-warid).
Maka jika kita runut, paling tidak ada 2 aspek yang tidak bisa ditinggalkan dalam puasa. Pertama, aspek pengendailian diri yang bersifat ritual formal dan yang kedua, aspek spiritualitas yang bersifat ruhaniyyah. Satu sama lain saling memotivasi peningkatan mutu kualitas hamba Allah secara lahir dan batin.  Karena kalau kita mau jujur, menjaga puasa dengan sebaik- baiknya itu adalah pilihan, kita mau tidak puasa tanpa seorang pun tahu juga sangat mudah untuk dilakukan, apalagi dinegeri anti peduli unggah-ungguh ini, kecuali jika kita mampu merasakan kehadiran-Nya di setiap ruang dan waktu dimana kita berada. Dari sinilah hakikat taqwa yang dijanjikan oleh Allah di penutup ayat tasyri’ puasa di atas dapat kita rasakan seutuhnya. Taqabbalallahu minnaa wa minkum

0 comments: