Tafsir Surah At Tahrim - Diskursus Analitatif

Surah at-tahrim merupakan satu dari dua puluh sembilan Surah madaniyah dalam al Quran, sedangkan delapan puluh lima yang lain masuk kategori surah makkiyah. Selain bernamakan surah at-tahrim, surah yang memuat dua belas ayat ini juga disebut dengan nama Surah an-Nabi dan Surah Lima Tuharrim. Diturunkan setelah surah al-Hujurat dan sebelum Surah al-Jumu'ah. dengan demikian, Surah at-Tahrim merupakan surah urutan ke-seratus lima yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun dalam Mushaf surah ini ditempatkan pada urutan ke-enam puluh enam, setelah surah ath-thalaq sebelum surah al-mulk, sebagai surah penutup juz dua puluh delapan.
 Jika surah al-thalaq menyingkap persoalan rumah tangga umat islam secara umum, maka surah at-tahrim ini menyibak selembar problematika rumah tangga Rausullah saw. Barangkali, dua hal berkaitan inilah yang menghubungkan antar kedua surah yang menurut para ahli tafsir disebut dengan al-munasabah baina as suratain (korelasi antar kedua surah yang berurutan) karena keduanya berhubungan dengan persoalan wanita dalam hidup berumah tangga.
Sebelum mengurai sekelumit pemahaman saya tentang isi surah ini, perkenankanlah saya memetakan secara global dari kandungan ayat-ayatnya, agar perinciannya bisa kita fahami secara seksama, dari dua belas ayat yang termuat dalam surah at tahrim, bisa kita uraikan secara singkat bahwa ;
  1. pada lima ayat pertama, surah ini mengangkat isu faktual yang terjadi di antara Rasulullah bersama sebagian istri beliau, serta memaparkan kritikan yang sekaligus melakukan pembelaan kepada Nabi Muhammad saw.
  2. disusul ayat ke enam sampai ke delapan, al Qur'an menyeru umat Muhammad agar waspada terhadap ancaman siksa neraka, dengan cara melanggengkan amal yang baik dan berbekal keseriusan taubat sebagai pelebur segala dosa yang sudah terlanjur dilakukan.
  3. di ayat ke-sembilan, Surah at-tahrim mengejawentahkan sikap yang mesti diambil oleh Rasulullah terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, agar umat islam merasa aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah serta mendapatkan hak keyakinannya.
  4. Kemudian sebagai penutup, ayat sepuluh sampai dua belas mengangkat dua buah pengalaman umat terdahulu, yang pertama diperuntukkan orang-orang kafir dengan menampilkan dua sosok wanita sesat yang diasuh orang paling taat, yaitu istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as, sedangkan yang ke-dua diperuntukkan umat islam dengan mengangkat dua tokoh wanita suci, yakni Asiyah istri Fir'aun dan Maryam ibunda Nabi Isa as. Hal tersebut disampaikan al Qur'an agar menjadi pelajaran serta nasehat bagi yang mau mengkajinya.
  • Sidik kasus
Problematika dalam berumah tangga adalah merupakan sunnatullah yang tidak akan pernah lenyap dalam perjalanannya,bagaikan bahtera yang terkadang berlayar dengan tenang di tengah lautan yang dalam tak berombak dan berbadai,namun terkadang tanpa diinginkan oleh nahkoda tiba-tiba ombak datang menerpa seiring dengan berhembusnya angin kencang diiringi badai dan topan. Jika Nahkoda paham mengendalikan kemudi dan tahu menghadapi gelombang yang sedang menggunung, maka bahtera akan selamat. jika tidak, alamat bahtera akan tenggelam.
Berikut ini adalah uraian sederhana yang berkaitan dengan rumah tangga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang ternyata tidak lepas diterpa berbagai problematika rumah tangga, dan pelajaran berharga dari Allah bagaimana seharusnya Nabi bersikap terhadap keinginan istri-istrinya. sehingga kasus tersebut menjadi penyebab turunnya ayat-ayat surah at-tahrim, yang dalam istilah Ulumul Qur'an disebut dengan Sababun Nuzul.
Suatu sore, Rasulullah saw mampir ke rumah Zainab binti Jahsy ra untuk menikmati hidangan sore, yaitu madu. Saat itu, Hafshah binti Umar bin Khattab ra dan Aisyah binti Abi Bakr ra sepakat untuk mengajukan suatu pertanyaan kepada Rasulullah saw jika beliau memasuki rumah salah satu dari keduanya pada hari itu juga. Kebetulan Rasulullah saw masuk ke rumah Hafshah, Kemudian ia bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang disepakatinya dengan Aisyah, “ apa Baginda tadi makan Maghafir?, karena rasa tidak enak, Rasulullah menjawab “ tidak, cuma minum madu di rumah Zainab, jika kamu tidak suka baunya, saya bersumpah tidak akan mengulanginya lagi, tapi jangan bilang siapa-siapa ya.
 Ternyata Hafshah membeberkan rahasia tersebut kepada Aisyah ra, sehingga saat Rasulullah saw mengetahui pembocoran rahasia itu, Rasulullah saw bersedih dan tidak berkenan menemui semua istrinya hingga sekitar satu bulan. Kemudian, turunlah surah at-tahrim ini yang mengkritik Rasulullah perihal sumpahnya tersebut, sekaligus menjadi pokok sumber syari'at kepada umat Islam mengenai beberapa hal yang bersinggungan dengan pola hidup berumah tangga, serta responsibilitas manusia sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk taat kepada aturan Tuhannya.
Versi lain mengatakan, bahwa surah at Tahrim ini berkaitan erat dengan keberadaan Maria al Qibthia yang ditempatkan Rasulullah di rumah Hafshah saat ia berkunjung ke rumah orang tuanya. Ketika pulang, Hafshah menjumpai Rasulullah saw bersama Maria al Qibthia dirumahnya, sementara pada hari itu seharusnya Rasulullah bersama Aisyah. Setelah Hafshah mengkritik Rasulullah saw tentang hal demikian, lalu Rasulullah berperasaan tidak enak dengan Hafshah dan Aisyah. sehingga muncullah kata-kata sumpah beliau untuk tidak mendekati Maria al Qibthia lagi, serta meminta Hafshah agar merahasiakan sumpah itu dari siapapun. Namun ternyata Hafshah memberitahu Aisyah ra tentang sumpah tersebut, sehingga ketika hal itu diketahui Rasulullah, maka Rasulullah pun menjatuhkan thalaq kepadanya dan tidak mengunjungi istri-istri yang lain sampai dua puluh Sembilan hari. Oleh karena sikap Rasulullah yang demikian, akhirnya Hafshah bersedih dan dia bersama Aisyah menyesalinya. Sampai-sampai Umar bin Khattab pun marah seraya berkata kepada Hafshah, seandainya di bani Khattab masih ada kebaikan, tidak mungkin Rasulullah menjatuhkan thalaq padamu.  Kemudian Jibril as berkata kepada Rasulullah saw , " rujuklah padanya, karena ia tekun beribadah baik di siang hari maupun malam hari, dan ia termasuk istrimu di surga nanti", kemudian Rasulullah merujuknya dan Umar ikut gembira mendengar berita tersebut.
Lalu turunlah surah at tahrim ini, disebut at Tahrim karena Rasulullah mengharamkan sesuatu yang halal dengan sumpah beliau, sehingga berimplikasi pada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita petik darinya.
  • Interpretasi ayat 1-5
Allah ta'ala berfirman :  
يا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ ما أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضاتَ أَزْواجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (1)  
قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (2)
 وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلى بَعْضِ أَزْواجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَها بِهِ قالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذا قالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3)
 إِنْ تَتُوبا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُما وَإِنْ تَظاهَرا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ ظَهِيرٌ (4)
 عَسى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْواجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِماتٍ مُؤْمِناتٍ قانِتاتٍ تائِباتٍ عابِداتٍ سائِحاتٍ ثَيِّباتٍ وَأَبْكارًا (5(
            Pada ayat -pertama-, Allah menyapa Rasulullah dengan menyebutkan identitas kebesaran beliau, yakni ; "wahai Nabi", ini menunjukkan bahwa Allah sedang berdialog dengan manusia bernama Muhammad sebagai Nabi yang diberi wahyu dan pangkat kenabian dengan seperangkat mukjizat yang tidak semua orang memilikinya. Jika isi dari dialog tersebut berisikan sanjungan atau pujian dalam bentuk apapun, maka teranglah bahwa Allah sedang menyetujui prilaku ataupun ucapan yang dilakukan Rasulullah saw. Tapi bukan demikian, ternyata Allah mempersoalkan sesuatu dengan firmannya:  "mengapakah engkau mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan (dengan cara bersumpah untuk meninggalkannya) hanya karena menuruti keinginan hati istri-istrimu?", maka hal ini menunjukkan bahwa Allah sedang memberikan kritikan kepada Nabi-Nya yang telah melakukan sesuatu yang kurang ellegan untuk dilakukan seorang Nabi. " dan Allah Maha Pengampun" atas prilakumu itu, "serta Maha Pengasih", sehingga tidak sampai menjadikannya sebuah dosa yang mengakibatkan Rasulullah keluar dari koridor ma'shum (terjaga dari perbuatan maksiat).
Meski hal demikian bukan merupakan dosa, tapi dikhawatirkan menjadi prilaku yang ditiru umatnya sehingga menjadi kebiasaan buruk. Maka diberlakukanlah syari'at -kaffarat al yamin-(tebusan sumpah), agar perkara halal yang menjadi haram bagi orang yang bersumpah bisa kembali halal  baginya. Allah sendiri menyinggungnya secara langsung di ayat ke-dua seraya berfirman : "sungguh telah Allah syari'atkan pencabutan sumpah kalian (dengan membayar kaffarat), dan Allah adalah Pelindungmu sekalian dan Dia maha mengetahui lagi maha bijaksana".
 Dari ayat tersebut, dapat difahami bahwa seolah Allah swt tidak memperkenankan bersumpah atas sesuatu yang menerjang syari'at, sehingga para pakar Fikih mengkalasifikasi hukum sumpah menjadi beberapa rincian, tergantung kapasitas hukum syar'i perkara yang disumpah tersebut.
  1. Jika bersumpah untuk meninggalkan perkara wajib atau melakukan perkara haram, maka hukum sumpahnya haram. Serta wajib mencabutnya dengan kaffarat.
  2. Jika bersumpah untuk melakukan perkara makruh atau meninggalkan perkara sunnah, maka  hukum sumpahnya makruh. Dan sunnah hukumnya mencabut sumpahnya dengan kaffarat, bahkan bisa menjadi wajib dalam keadaan tertentu.
  3. Jika bersumpah untuk meninggalkan perkara mubah, maka hukum sumpahnya khilaful aula (lebih baiknya tidak perlu bersumpah untuk itu).
  4. Jika bersumpah untuk melakukan perkara mubah, maka hukumnya mubah. Untuk poin (c) dan (d), boleh memilih antara mencabut sumpahnya atau tidak, tentunya hanya boleh dicabut dengan kaffarat al yamin.
Untuk menebus sumpah yang diterjang maupun dicabut telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah dalam surah al Maidah : 68 yang artinya " maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar)."
Pada ayat ke-tiga, surah ini menyampaikan kronologi sumpah Rasulullah serta pesan beliau kepada Sayyidah Hafshah agar tidak membocorkan sumpah yang dirahasiakan bersamanya, namun pada kenyataannya Hafshah membeberkan rahasia ini kepada Aisyah ra, karena memang mereka berdua adalah dua istri Rasulullah saw yang paling kompak jika dibandingkan istri-istri Rasulullah yang lain, sehingga tidak perlu ada yang dirahasiakan untuk masalah rumah tangga bersama Rasulullah saw.
 Akhirnya, Allah membuka permainan mereka di belakang Rasulullah saw dan memberitahu beliau segala apa yang telah dibocorkan oleh Hafshah. Kemudian Rasulullah memanggil Hafshah dan menginterogasinya tanpa mengurangi kewibawaan Rasulullah saw sebagai manusia paling sempurna, beliau hanya menuturkan sebagian berita dari Allah tentang pembocoran rahasia itu dengan kata-kata yang tidak menyudutkan serta mengintimidasi Hafshah, maka redaksi al Quran berbunyi  -'arrafa ba'dlahu wa a'radla 'an ba'dlin- "lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah)". Cara seperti ini menunjukkan kearifan Rasulullah yang patut ditiru para suami dalam menyikapi sebuah persoalan yang berkenaan dengan masalah keluarga. Tidak hanya itu, Hafshah pun bertanya balik dengan penuh sopan dan tanpa ada indikasi melawan atau menyalahkan siapa-siapa. -man anba'aka?- "siapa yang memberitahu baginda?", Tanya Hafshah.
Padahal andai saja ia mau menyalahkan, pasti Aisyah lah orang pertama yang menjadi bulan-bulanan Hafshah karena menyebabkan Rasulullah menginterogasinya soal sumpah rahasia itu. Kemudian Rasulullah menjawab –nabba'aniyal 'aliimul khabiir- "telah diberitahukan kepadaku oleh Dzat yang maha Mengetahui lagi Maha Mengenali".
Dari ayat ini, ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil ;
  1. Boleh hukumnya membincangkan hal-hal secara rahasia kepada orang yang dipercaya, termasuk istri, sahabat atau siapa saja.
  2. Bagi orang yang diminta merahasiakan suatu hal rahasia yang mubah, wajib hukumnya menjaga agar tidak terbocorkan olehnya.
  3. Keharusan bagi para suami untuk menggunakan komunikasi yang baik dalam memperlakukan istri , walaupun telah jelas-jelas melakukan kesalahan dalam bertanggungjawab.
Pada ayat ke-empat, al Quran melakukan pembelaan terhadap Rasulullah dengan mengsomasi Hafshah dan Aisyah atas perbuatan mereka yang menyusahkan perasaan Rasul, sampai terburu mengharamkan sesuatu yang halal oleh sebab sumpah, agar mereka berdua mau bertaubat dan menyesali kesalahannya.
" jika kalian bertaubat, maka berarti hati kalian telah condong untuk menerima kebaikan, namun jika kalian masih saja saling membantu (untuk menyusahkan Nabi), maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya, serta Jibril dan para orang mukmin yang baik, besama para malaikat turut menjadi penolongnya".
Kemudian berlanjut pada ayat ke-lima saat Rasulullah menyendiri dan tidak mengunjungi istri-istri beliau sampai beberapa minggu, datanglah Umar bin Khattab menenangkan Rasulullah saw yang sedang gundah itu, seraya bekata "duhai Rasulullah, tidak rumit bagimu untuk urusan istri. jika pun engkau mentalaq mereka semua, maka sesungguhnya Allah bersamamu, Jibril, Mikail dan para Malaikat juga turut bersamamu, saya, Abu Bakr dan semua orang Mukmin pun ikut bersamamu". Maka al Qur'an mengafirmasi ungkapan Umar bin Khattab ra dalam ayat ke lima yang artinya " Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan" .
Dari dua ayat tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk kita amati bahwa:  
  1.  Salah satu tanda taubat yang diterima adalah, bisa menjadikan pelakunya menerima kebenaran.
  2. memusuhi Rasulullah hanya akan menyusahkan diri sendiri, karena semua kebaikan alam semesta senantiasa bersama Penciptanya menjadi pelindung dan penolong Rasulullah saw.
  3. Sikap Umar sebagai mertua yang patut diteladani sepanjang masa, karena tidak memihak kepada siapapun yang melakukan kesalahan, bahkan menyerahkan segala keputusan kepada Rasulullah meski untuk anaknya sendiri.
  4. Kriteria istri yang baik dalam surah at tahrim tidak membedakan perawan ataupun janda, melainkan adalah wanita yang memenuhi kriteria berikut :
    1. Muslimah, artinya: berprilaku sesuai dengan tuntunan syari'at islam
    2. Mukminah, artinya:  berkeyakinan sesuai ajaran syari'at islam
    3. Qanitah, artinya: memperhatikan amalan-amalan sunnah dan berupaya menjauhi hal-hal yang makruh
    4. Taibah, artinya: mudah menyesali kesalahan serta bergegas memohon ampunan
    5. 'Abidah, artinya: ahli beribadah, baik yang bersifat ritual maupun non-ritual
    6. Sa'ihah, artinya: menjaga lahir batin dari perbuatan yang kurang baik dalam hidup beragama.
  • Interpretasi ayat 6-8
Sesi ke-dua dari kandungan surah at Tahrim pada ke-tiga ayatnya ini adalah, menyerukan dua hal kepada umat islam. Pertama, memerintah umat islam untuk menjalankan kewajiban mereka agar terjauhkan dari siksa neraka, sebagai rasa tanggungjawab atas dirinya sendiri maupun atas keluarganya. Ke-dua, memerintah umat islam untuk mengkontinuitaskan taubat dengan baik dan benar. Di sela-selanya, menyeru kepada orang-orang kafir akan konsekuensi yang harus mereka terima di akhirat kelak atas kekufuran yang mereka pupuk semasa di dunia.  Allah berfirman :
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجارَةُ عَلَيْها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ ما أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ ما يُؤْمَرُونَ (6)
 يا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّما تُجْزَوْنَ ما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (7)
 يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنا أَتْمِمْ لَنا نُورَنا وَاغْفِرْ لَنا إِنَّكَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8(
Pada ayat ke-enam, Allah menyeru kepada orang-orang beriman agar menjaga diri mereka beserta keluarga mereka dari api neraka. Menjaga diri sendiri dari api neraka tentunya dengan menjalankan semua perintah agama, serta menjauhi segala larangan agama. Adapun menjaga keluarga dari api neraka, artinya adalah dengan mengajarkan ilmu agama kepada mereka, serta memberikan contoh yang baik dalam hidup sehari-hari.
Mengapa keluarga juga menjadi tanggungjawab dalam urusan agama kelak di akhirat? Iya, karena setiap insan diciptakan sebagai penjaga (care taker), dan setiap penjaga pasti bertanggung jawab atas yang dijaganya. Mulai dari lini kehidupan paling bawah sampai pada lini paling atas. Rasulullah saw bersabda dalam hadits shahih yang artinya "setiap kalian adalah penjaga, dan setiap kalian bertanggungjawab atas yang kalian jaga".
Kemudian Allah mengidentifikasi neraka dengan kata-kata "bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan", berarti bahwa neraka tidak merupakan tempat pembakaran yang prosesnya seperti menyalakan api di bumi, melainkan ia adalah sebuah wadah besar yang secara natural mengandung zat api yang menyala-nyala dan menghanguskan, kemudian bahan-bahan lain dimasukkan di sana agar mengisi ruang-ruang api yang membakar. Termasuk manusia yang pada masa hidupnya melakukan dosa dan tidak mendapatkan ampunan sampai meninggal dunia. Selain itu, neraka juga berisikan para Algojo dari jenis Malaikat yang digambarkan al Qur'an dengan sebutan "ghiladhun syidadun" –yang kejam serta menyeramkan, baik secara fisik maupun cara perlakuannya terhadap penghuni neraka. Dan mereka sama sekali tidak membangkang intruksi dari Allah swt untuk melakukan apapun yang diperintahkan-Nya, Mereka itu lah yang disebut dengan Malaikat Zabaniyah.
Untuk melanjutkan topik pembahasan soal neraka, Allah menyisipkan seruan kepada orang-orang kafir pada ayat ke-tujuh, agar jangan sampai mereka nanti di neraka pada hari kiamat, berapologi karena menyesali perbuatan dosa yang sudah tidak terampuni lagi. –karena tidak memanfaatkan hari-hari di dunia dengan bertaubat-. Para algojo dari bangsa malaikat itu berkata kepada mereka di neraka ; "tidak perlu beralasan lagi hari ini, kalian hanya mendapat balasan atas apa yang kalian perbuat di dunia". Artinya, semakin jahat orang kafir tersebut, semakin pedih pula siksaan yang akan dirasakan di neraka nanti.
Setelah mengancam orang-orang kafir dengan siksaan yang sedemikian rupa, seperti biasanya Allah selalu kembali menyeru orang-orang yang beriman, dan pada ayat ke-delapan, Allah menampakkan kasih sayangnya kepada umat islam dengan seruan bertaubat secara benar (taubatan nashuha), yang mana dengan taubat nashuha, Allah berkenan melebur segala kesalahan yang pernah dilakukan oleh hamba-Nya yang bertaubat. Dan kelak memasukkan mereka ke surga yang telah diciptakan dengan representasinya dalam al Qur'an "di bawahnya mengalir sungai-sungai yang indah, yaitu pada hari di mana Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Catatan penting yang harus kita pahami dari tiga ayat di atas adalah :
  1. Betapa sayangnya Allah kepada umat islam, mereka sudah disiapkan segala fasilitas hidup untuk dinikmati dan disyukuri dalam bentuk ibadah, sarana dan pra-sarana kehidupan dunia dan akhirat sudah diiklankan melalui al Quran dan Sunnah Rasulnya, berbagai macam panduan hidup sebagai Hamba Allah sudah sangat sempurna. Hanya diberi tugas untuk bertanggungjawab saja, bisakah kita selaku umat islam menjaga amanah ini?
  2. Perlakuan Allah terhadap dua golongan pada ayat-ayat di atas sangat kontras. ibarat anak emas, orang-orang mukmin dimanjakan dan diasuh untuk menjadi hamba-hamba terbaik kelak di hari kiamat saat berjumpa dengan-Nya di surga, sedangkan orang-orang kafir, bak anak tiri yang diseru dengan berbagai ancaman siksaan kelak di hari akhir. Mumpung masih ada kesempatan bertaubat, marilah kita sama-sama mendekatkan diri kepada Allah seraya memohon ampunan atas segala kesalahan yang kita perbuat sepanjang hidup ini.
  3. Tahukah anda, bagaimanakah taubat nashuha itu? Para Ulama sepakat bahwa taubat hukumnya fardlu 'ain bagi pelaku dosa, pada saat itu juga. Tidak boleh ditunda-tunda, kemudian mereka membagi dosa menjadi dua klasifikasi, agar bisa dengan mudah mempetakan cara taubat nashuha.
    1. Dosa Adami, yaitu dosa yang berhubungan dengan sesama manusia. untuk mencapai taubatnya adalah dengan empat syarat :
-       Terlebih dahulu membebaskan diri dari hak orang terkait yang didhalimi, sehingga orang tersebut sudah tidak merasa dianiaya.
-       Segera mencabut diri dari perbuatan maksiat
-       Menyesali kemaksiatan tersebut
-       Berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi
Setelah empat syarat tersebut dilakukan, dan kemudian beristighfar, maka taubatnya bisa dikatakan Nashuha.
  1. Dosa non-adami, yaitu dosa yang tidak berhubungan dengan sesama manusia. untuk mencapai taubatnya adalah dengan tiga syarat :
-       Segera mencabut diri dari perbuatan maksiat
-       Menyesali kemaksiatan tersebut
-       Berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi
Setelah tiga syarat tersebut dilakukan, dan kemudian beristighfar, maka taubatnya bisa dikatakan Nashuha.
  • Interpretasi ayat 9
Allah berfirman :
يا أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (9(
Pada ayat ke-sembilan ini, Allah memberitahukan Nabi akan sikap yang harus diambil untuk menghadapi orang-orang kafir yang saat itu menghalang-halangi umat islam untuk menjalankan aktivitas keagamaannya. Serta orang-orang Munafiq yang sering memprovokasi umat islam demi menggoncang ketenteraman hidup beragama dan bermasyarakat secara aman dan damai. Allah memerintahkan beliau untuk bersikap tegas dan keras sebagai reaksi kelaliman mereka terhadap umat islam, agar umat islam senantiasa terlindungi dari berbagai gangguan sosial maupun spiritual. Selain itu, di akhir ayat, Allah menjanjikan tempat kembali orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, bahwa mereka nantinya akan berpulang ke tempat yang buruk.
Pelajaran yang kita ambil dari ayat ini adalah ;
  1. Nabi diperintah secara pribadi untuk berjihad. Sementara, tidak mungkin beliau melakukannya sendirian kecuali bersama para sahabatnya. Menunjukkan bahwa itu merupakan bentuk seruan kepada Rasulullah untuk berdakwah. Karena Rasulullah adalah pemimpin mereka, jika Rasulullah berjihad pasti mereka akan terpanggil untuk mengikuti Rasulullah saw.
  2. Berjihad yang dimaksud di atas bukanlah jihad yang dimaknai secara dangkal, karena Rasulullah saw sendiri tidak pernah memulai jihad dengan bentuk kekerasan. Terbukti, Rasulullah membedakan cara menyikapi orang-orang Kafir dan orang-orang Munafiq dalam pesan tersirat dari ayat ini. Adapun orang kafir, diajak dengan tahap-tahap tertentu. Yaitu diseru kepada kebenaran islam. kemudian jika mau menerima, maka itu adalah kewajiban mereka. Jika menolak, maka tidak ada pemaksaan. Namun jika menentang dan bahkan melakukan perlawanan, maka tidak ada jalan lain kecuali peperangan. Sedangkan berjihad melawan orang-orang munafiq adalah dengan cara mendidik mereka, serta menyampaikan sindiran-sindiran yang menggugah sanubari mereka agar mau sadar dan menerima islam dengan ikhlas. Jika mereka mau berubah dan sadar, maka itu adalah kewajiban mereka. Jika mereka masih terus menerus bermuka dua, maka tidak ada tugas lain bagi seorang Rasul kecuali menyampaikan kebenaran dari Tuhan.
  3. Penutup ayat tersebut tidak memilah tempat berpulang yang buruk bagi orang-orang kafir dan orang-orang Munafiq, menunjukkan bahwa sesungguhnya orang Munafiq di mata Allah adalah Kafir, meskipun secara lahir mereka mengaku muslim yang harus mendapat hak-hak duniawi sebagaimana orang-orang islam.
  • Interpretasi ayat 10 – 12
Setelah menjabarkan seruan kepada orang-orang mukmin, orang-orang kafir serta kepada Rasulullah, surah at-Tahrim menggiring kita menuju titik ending-nya dengan mengangkat profil-profil tokoh wanita berpengaruh pada masa umat dahulu. Satu sisi, ada wanita sesat meski di bawah asuhan Nabi dan Rasul sebagai insan paling taat. di sisi lain, ada juga sosok wanita terhormat dan taat beribadah, meski berada di pangkuan orang paling jahat sejagat. Allah swt berfirman :
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ كانَتا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبادِنا صالِحَيْنِ فَخانَتاهُما فَلَمْ يُغْنِيا عَنْهُما مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (10)
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (11)
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَها فَنَفَخْنا فِيهِ مِنْ رُوحِنا وَصَدَّقَتْ بِكَلِماتِ رَبِّها وَكُتُبِهِ وَكانَتْ مِنَ الْقانِتِينَ (12(
Pada ayat ke-sepuluh, Allah mengajak kita berfikir tentang orang-orang kafir yang tidak mau mendengarkan ajakan umat islam menuju jalan yang benar. Seolah mereka adalah orang-orang asing yang memang tidak ditakdirkan bisa bersama dengan kita meski saat di dunia bisa hidup berdampingan dan saling bahu membahu satu sama lain. Jangankan mereka yang tidak ada hubungan kerabat ataupun saudara, bahkan istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as saja tidak bisa bersatu di akhirat kelak bersama mereka. Karena istri-istri dua Nabi tersebut berkhianat dengan tidak mau mengikuti jejak suami yang menghambakan diri kepada Allah, bahkan istri Nabi Nuh as menganggap suaminya telah gila saat menyeru umat kepada jalan Allah. Serta mempublikasikan dakwaan gila tersebut kepada khalayak sehingga banyak orang mencaci-maki Nabi Nuh as yang berharap orang lain percaya kepadanya sedangkan istrinya sendiri bersaksi bahwa suaminya telah gila.
Adapun istri Nabi Luth as, telah banyak membantu kaum sodom untuk melegalkan pembangkangan kepada Nabi Luth as. hingga pada puncaknya, istri Nabi Luth lah yang mewartakan kehadiran tamu-tamu suaminya yang berpenampilan menarik perhatian kaum terlaknat tersebut. Tanpa mau tahu bahwa tamu-tamu itu adalah para Malaikat utusan Allah yang sedang pamit kepada Nabi Luth as untuk menghancurkan kaumnya atas perintah Allah swt. Kemudian pada akhir ayat, kedua Nabi tersebut pun tidak kuasa melakukan pembelaan terhadap istrinya yang harus menerima siksaan dari Allah. Karena mereka sejatinya adalah orang lain. Dan hanya Allah yang berhak menentukan kemana manusia nanti dikembalikan, tentunya sesuai dengan amalnya masing-masing saat di dunia.
Di sisi lain, pada ayat ke-sebelas, Allah mengajak kita berfikir tentang sesosok wanita terhormat dan taat beribadah, sementara ia diperistri seorang raja paling kafir yang tercetak namanya dalam al Qur'an, yaitu Fir'aun. Betapa rapinya hidayah Allah menyusup di kediaman seorang raja kafir nan lalim sehingga ia kecolongan seumur hidupnya tidak tahu bahwa istrinya menghianati pengakuannya sebagai Tuhan yang memperbudak ribuan Bani Israil.
Seorang Permaisuri yang terjaga dari pengaruh suami yang berkuasa dengan segala kejahatannya tersebut berdoa kepada Allah “ Tuhanku, mohon bangunkan untukku sebuah istana milik-Mu di surga, dan mohon selamatkanlah aku dari Fir'aun beserta segala amal perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim” , ini menunjukkan bahwa kesesatan adalah tirai pemisah hubungan dalam bentuk apapun antar manusia di mata Allah. Dan pada waktunya nanti, mereka tidak akan dipertemukan kembali setelah berpulang ke tempat pemulangan masing-masing. (yang baik ada di surge, sedangkan yang buruk ada di neraka) .
Kemudian di penghujung surah, pada ayat ke-duabelas Allah menyebutkan sosok wanita suci yang bernama Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat (lahir dan batin) .
Ada beberapa poin nasehat yang perlu kita gali dari tiga ayat terakhir tersebut, di antaranya ;
  1. dua tokoh wanita baik dan dua tokoh wanita buruk pada ayat-ayat di atas merupakan sebuah sindiran bagi dua istri Nabi Muhammad saw yang menjadi topik inti pembahasan pada surah ini. Bahwa, kejadian pembangkangan seorang istri Nabi bukan hanya terjadi pada saat Rasulullah saja, melainkan juga pernah dialami oleh Nabi-Nabi terdahulu. Sementara di sisi lain, juga sebuah nasehat bagi mereka bahwa untuk menjadi wanita terbaik di mata Allah tidak harus bergelarkan istri Rasulullah saw, karena terbukti bahwa Asiah permaisuri Fir'aun, dengan bekal taatnya kepada Allah bisa meraih predikat salah satu wanita terbaik di surga nanti.
  2. Kesalehan seseorang tidak bisa menjamin keshalehan keluarganya tanpa adanya perbuatan dan petunjuk kebenaran dari Allah swt. Begitu juga sebaliknya, kejahatan seseorang bukan berarti akan diwaris oleh keluarga maupun keturunannya, karena hidayah Allah bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja.
  3. Pesan kepada segenap anggota keluarga yang berharap senantiasa disatukan oleh Allah di dunia dan akhirat, agar menjaga komitmen bersama untuk saling mendukung dalam kebaikan dan saling menjaga dari keburukan yang dapat memisahkan mereka saat berjumpa dengan Allah swt.
  • Khatimah
Demikian adalah sekilas analisa saya terhadap bagian kecil dari Maha Karya Tuhan yang Maha Agung, dengan merujuk ke berbagai referensi yang ala kadarnya. Mudah-mudahan bermanfaat buat kita semua yang membacanya, kemudian mohon maaf atas segala kekurangan yang saya miliki, dan semua kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wa ta'ala.
Wa ma taufiqi illa billahi al 'aliyyi al 'adhim, wal-hamdu lillahi rabbil 'alamin...



Di sampaikan di Kairo, Selasa 06 Maret 2012



DAFTAR PUSTAKA :
  1. AL QUR'AN AL KARIM, Mushaf al Madinah al Nabawiyyah, Majma' al-Malik Fahd li al-thiba'ah, Saudi Arabia,  th. 1405 H
  2. Tafsir Ibnu Katsir, 'Imaduddin Abu al Fida' Isma'il bin Katsir, Maktabah Aulad Asy Syeikh, Cairo,  cet. I th. 2000 M
  3. Jami'ul Bayan 'An Ta'wil al Qur'an, Abu Ja'far Muhammad Ibnu Jarir al Thabari, Markaz al Buhuts wa al Dirasat al 'Arabiyyah wa al Islamiyyah, Cairo,  cet. 1 th. 2001 M
  4. Mafatihul Ghaib, Fakhrud Din Muhammad al Razi, Dar al Fikr, Beirut, cet. I th. 1981 M
  5. Tafsir al Baidlawi, Al Qadli al Baidlawi, Maktabah al Haqiqah, Istanbul, th. 1991 M
  6. Tafsir al Wasith, Asy Syaikh As Sayyid Thanthawi, Dar as Sa'adah, Cairo, th. 2007 M
  7. Fathul Bari bi Syarh Shahih al Bukhari, Ibnu Hajar al 'Asqallani, Dar al Hadits, Cairo, cet. I th. 1998 M
  8. Tafsir al Maraghi, Ahmad Mushthafa al Maraghi, Maktabah Mushthafa al Halabi, Cairo , cet. 1 th. 1946 M
  9. Kitab al Fiqh ala al Madzahib al Arba'ah, 'Abd al Rahman al Jaziri, Dar al Kutub al Ilmiyah, Beirut, th. 1990 M

1 comment: